Wednesday, July 18, 2007

Ongkos Menayangkan Piala Dunia 2006

Kala SCTV Memegang Hak Siar Eksklusif Piala Dunia 2006


SCTV jadi satu-satunya stasiun teve di Indonesia yang menayangkan Piala Dunia 2006. Berapa ongkos yang mesti dikeluarkan demi sebuah eksklusivitas itu?

Oleh Ade Irwansyah


Supermodel itu membawa trofi yang diidamkan setiap pesepakbola, sebuah piala berlapis emas dengan replika bola dunia di atasnya. Supermodel nan cantik itu, Claudia Schiffer lantas menyerahkan piala itu pada sang legenda sepakbola asal Brasil, Pele. Kehadiran keduanya jadi bagian dari acara pembukaan event olahraga 4 tahunan paling besar, Piala Dunia 2006 di Muenchen, Jerman, 9 Juni silam.

Selain Pele, hadir pula para legenda sepakbola lainnya. Ada Bobby Charlton, sang legenda dari Inggris hingga Franz Beckenbauer dari Jerman. Mereka berjalan melintasi penonton. Para legenda sepakbola itu lengkapnya berjumlah lebih dari 150 orang. Mereka para legenda yang ikut Piala Dunia dari 1950. Paling tua Juan Schiafino (80 tahun) yang pernah memperkuat Uruguay pada Piala Dunia 1950 di Brasil.

Kemeriahan pesta akbar hari itu tak cuma parade para bintang sepakbola masa lampau. Ada atraksi para gembala berpakaian khas Bavaria, plus artis-artis dengan puluhan lampion berukuran besar penuh warna-warni. Stadion Piala Dunia FIFA di Muenchen—sebelumnya bernama Allianz Arena—yang didesain futuristik dari luar diselimuti warna hitam, merah dan kuning, warna bendera tuan rumah Jerman.

Hari itu, Presiden Jerman Horst Koehler menyambut pecinta sepakbola untuk merayakan kemeriahan Piala Dunia. “Akhirnya bisa dimulai,” katanya, “Selamat datang di Jerman. Kita semua akan melihat begitu banyak gol dan fair play.”

Namun demikian, sungguh disayangkan, pemirsa teve sini tak ikut merasakan kemeriahan itu. SCTV, stasiun teve yang punya hak siar ekslusif Piala Dunia 2006, luput menyiarkan acara pembukaan. Alih-alih menayangkan Claudia Schiffer berenggak lenggok membawa trofi Piala Dunia, SCTV malah menayangkan Ian Kasela menyanyi bersama grup bandnya, Radja. Ya, hari itu, tepatnya Jumat malam waktu sini, SCTV membuat acara pembukaan Piala Dunia versinya sendiri. SCTV menamai acara pembukaan versinya itu, Fussball Fiesta. Isinya, tak jauh-jauh dari pentas musik yang diisi Radja dan Ungu serta syukuran SCTV yang kali ini memegang hak siar eksklusif Piala Dunia.

Acara upacara pembukaan Piala Dunia versi SCTV berlangsung 90 menit. Di Jerman, acara pembukaan hari itu juga berlangsung sama. Usai acara pembukaan di sana, SCTV baru me-relay untuk menyiarkan pertandingan partai pembuka, Jerman lawan Kosta Rika.
Konon, malam itu tak kurang 1,5 miliar penduduk bumi menonton upacara pembukaan Piala Dunia. Angka itu berarti sama dengan 23 persen penduduk bumi yang berjumlah 6,5 miliar orang. Keputusan SCTV tak menayangkan acara pembukaan Piala Dunia disayangkan banyak orang.

Rasanya, malam itu, penonton yang menyaksikan Fussball Fiesta pasti menungu-nunggu kapan SCTV me-relay siaran dari Jerman ketimbang menonton Ungu dan Radja bernyanyi. Tapi, SCTV menangguk untung besar dari acara Fussball Fiesta itu. Dalam laporan rating keluaran AGB Nielsen pekan kemarin (periode 4-10 Juni), acara Fussball Fiesta dapat rating 9 dan share (persentase jumlah penonton) 28 persen. Acara itu berada di posisi 7 daftar 50 program paling banyak ditonton.

Selain menangguk rating dan share tinggi, SCTV juga dapat banyak uang dari iklan saat Fussball Fiesta. Ya, sesuai ketentuan FIFA, jika menayangkan pesta pembukaan Piala Dunia, SCTV tak bisa menyelipkan iklan saat acara berlangsung. Lain halnya dengan pesta pembukaan buatan sendiri. SCTV berhak menaruh iklan sekehendak hati.

Pertanyaannya kemudian, kenapa SCTV tak me-relay siaran langsung upacara pembukaan? “Pada dasarnya, semuanya lebih karena kendala teknis,” kata Harianto, staf humas SCTV. Ia berujar, SCTV baru dapat run-down acara pembukaan 7 hari menjelang hari-H. Sebelumnya, SCTV tak tahu bagaimana acara pembukaan Piala Dunia bakal digelar. “Termasuk berapa lama durasi pembukaan itu.”

Padahal, kata Harianto, pola acara SCTV sudah pasti (dan dengan demikian akan sulit untuk diubah lagi) sejak sebulan sebelum Piala Dunia digelar. Selain itu pula, FIFA menjual terpisah paket acara pembukaan dengan pertandingan sepakbolanya sendiri. “Harga acara pembukaan itu 1 persen dari nilai seluruh pertandingan,” bilang Harianto. Kabarnya, untuk mndapat hak siar eksklusif Piala Dunia 2006, SCTV memberi penawaran tertinggi saat tender biding di antara stasiun teve lain. Empat tahun lalu, RCTI membeli hak siar eksklusif senilai 5 juta dollar. Tahun ini, SCTV menawar seratus persen, 10 juta dollar atau 100 miliar rupiah untuk seluruh 64 pertandingan selama Piala Dunia. Nilai 1 persen itu konon seharga 120 ribu dollar atau lebih dari 1 miliar rupiah.

Tanpa bayangan seperti apa acara pembukaan Piala Dunia, SCTV kesulitan menjual paket acara itu ke sponsor. Alhasil, SCTV membuat acara pembukaan versinya sendiri. “Acara itu sudah kami siapkan 3 bulan lalu,” kata Harianto.

Sebagai pemegang hak siar eksklusif, SCTV merasa sah-sah saja tak menayangkan acara pembukaan. Hak itu juga memberi keleluasaan SCTV buat jadi satu-satunya stasiun teve yang menayangkan pertandingan Piala Dunia di Indonesia. Pelanggan teve kabel yang sudah membayar buat berlangganan tak bisa menikmati siaran itu. SCTV di teve kabel mnyiarkan acara lain. Stasiun teve kabel macam Star Sports atau ESPN juga ikut-ikutan tak menyiarkan Piala Dunia. “Kami takut siaran di teve kabel bocor ke negara lain. Jadi mesti diacak,” bilang Harianto.

Masalahnya, walau mengklaim sudah siaran nasional, tak semua wilayah Indonesia bisa menangkap siaran SCTV. Harianto mengakui hal itu. karenanya, menurutnya, SCTV memperbanyak stasiun transmisi dalam 2 tahun terakhir. “Sekarang kami punya 46 stasiun transmisi,” kata Harianto. Angka sebanyak itu tetap belum bisa mencakup seluruh wilayah Indonesia yang amat luas. Sebagai solusi lain, SCTV melakukan kerjasama dengan 7 teve lokal yang daerahnya tak bisa menerima siaran SCTV dengan baik. Solusi terakhir, kata Harianto, SCTV sudah menjalin kerjasama dengan Matrix, produsen alat decoder (ingat iklan yang dibintangi Tukul Arwana, kan?). Decoder itu dijual seharga 1,5 juta rupiah. Wah, jika demikian halnya, bagi penduduk di daerah terpencil, buat menikmati Piala Dunia ternyata tidaklah gratis. ***
Dimuat BINTANG INDONESIA edisi 791.

No comments: