Sunday, July 29, 2007

Selebriti Kawin-Cerai, Mengapa?

Menelisik Jumlah Selebriti Kawin-Cerai
Angka selebriti yang mengalami kemelut rumah tangga hingga April 2006 lebih besar ketimbang jumlah selebriti yang menikah. Angka perceraian di kalangan awam pun tinggi.

Oleh Ade Irwansyah

Hari-hari ini isi tayangan infotainment dan media hiburan dipenuhi kemelut rumah tangga yang menerpa Gusti Randa dan Nia Paramitha. Setiap perkembangan terbaru seputar kemelut yang terjadi seakan jadi pemberitaan. Gusti yang mengajukan gugatan cerai; Nia menggelar jumpa pers; Gusti ke polisi, dan lain sebagainya. Perang pernyataan ternyata terjadi antar kedua belah pihak. Gusti bilang A, dijawab Nia dengan B. Kisahnya makin ruwet. Padahal, sidang cerainya sendiri belum terjadi.

Sebelumnya, layar infotainment dipenuhi gambar Gusti dan Nia, yang jadi pusat pemberitaan antara lain pasangan Dea Mirella dan Eel Ritonga. Keduanya, bulan kemarin memilih rujuk setelah hampir bercerai. Eel menyudahi kemelut dengan mencabut gugatan cerai yang sudah ia layangkan. Kemudian, saat Dea berulangtahun ke-30 pada 25 Maret kemarin atau 5 hari setelah rujuk, Eel membuat pesta kejutan buat istrinya. Kemelut keluarga itu berakhir bahagia. Di depan wartawan yag datang menghadiri pesta kejutan Eel buat Dea, kedua suami istri itu saling menyuapi kue ulang tahun. Raut wajah bahagia kembali terpancar.

Well, hingga pertengahan April ini berita seputar perceraian di kalangan selebriti mendominasi tayangan media hiburan semisal infotainment. Berita seputar kemelut rumah tangga mereka, silih berganti mengisi segmen tayangan infotaiment. Setelah habis kisah si A, ada lagi berita selebritis B menggugat cerai. Kalau dihitung-hitung, hingga April ini saja, ada sekitar 10 kemelut rumah tangga di kalangan selebriti—termasuk kisah Gusti Randa-Nia Paramitha dan Dea Mirella-Eel Ritonga. Beberapa lanjutan dari kisah seru tahun lalu, misalnya yang dialami Tamara Bleszynski dan Teuku Rafli yang bercerai Februari kemarin. Kemelut lainnya dialami pasangan Darwis Triadi-Chitra, Tina Zakaria, dan Uchi Nurul. Ketiganya berakhir rujuk. Namun, kisah Tina dan Darwis nampaknya bakal berlanjut. Keduanya tetap ingin bercerai dari pasangan masing-masing. Sementara itu ada pula yang baru pisah rumah tapi kemudian rujuk lagi. Hal itu dialami pasangan Mark Sungkar dan Fenny Bauty. Mantan bintang panas era ‘80 dan ’90-an Sally Marcellina juga sempat pisah ranjang dengan suaminya. Untuk kategori yang baru mengajukan gugatan cerai, selain Gusti, ada matan menteri perindustriaan era Megawati, Rini Soewandi yang digugat cerai suaminya dan Jane Shalimar yang menggugat cerai suaminya.

Angka pasangan selebriti yang rumah tangganya kisruh jumlahnya masih sedikit lebih banyak ketimbang selebriti yang menikah hingga pertengahan April ini. Bintang mencatat, baru ada 8 pasang selebriti yang menikah sampai April ini. Mereka yakni Taufik Hidayat dan Ami Gumelar, Fany Fadillah, Suci Indah Sari, B’jah mantan vokalis The Fly, Doyok, Ali Zaenal, dan
yang terbaru Glenn Fredly dengan Dewi Sandra yang menikah dua pekan lalu di Bali.

Fenomena kawin-cerai di kalangan selebriti
Kawin-cerai di kalangan selebriti seolah jadi pola hidup yang harus dijalani. Setelah berpacaran, menikah, tak lama kemudian ya cerai. Hal ini jumlahnya semakin banyak. Selebriti seolah-olah jadi golongan masyarakat yag begitu mudahnya kawin-cerai. Memang, sih ada selebriti yang rumah tangganya yang bertahan hingga kakek nenek—jumlahnya bisa jadi lebih banyak daripada selebriti yang kawin-cerai. Namun, pasangan yang dikira orang ideal pun rupanya tak luput dari kemelut dan berakhir cerai. Lihat saja, siapa yang tak kaget kala melihat Dewi Yull menggugat cerai Ray Sahetapy yang sudah dinikahinya lebih dari 20 tahun? Bukankah selama ini mereka selalu digambarkan sebagai pasangan ideal nan harmonis?

Setahunan kemarin, dalam catatan Bintang ada sekitar 19 kasus perceraian yang melibatkan selebriti. Tahun 2005 kemarin dibuka dengan putusan hakim atas Rensy Milano, kakak kandung Elma Theana, yang resmi bercerai dengan Ali Ahmad Syehan pada 5 Januari, setelah 1 tahun 2 bulan menikah. Setelah itu, sepanjang tahun kemarin kita meyaksikan kandasnya rumah tangga Adjie Massaid-Reza Artamevia, Dewi Sandra-Surya Saputra, Trie Utami, Dewi Hughes, hingga pasangan muda Enno Lerian-Nayaka. Kendati begitu, jumlah pasangan yang menikah tahun kemarin masih lebih banyak dibanding yag bercerai. Bintang mencatat, tahun 2005 kemarin ada 44 pernikahan yang melibatkan selebriti. Dalam daftar itu ada Ariel Peterpan yang menikahi Sarah Amalia, Diana Pungky, Deddy Corbuzier, Eep Saefulloh Fatah dengan Sandrina Malakiano (setelah keduanya bercerai dengan pasangan masing-masing), Annisa Pohan dengan putra sulung Presiden Yudhoyono, Agus Harimurti, Nicky Astria dengan guru mengajinya, hingga pernikahan Lyra Virna denga Eric Scada yang tak direstui ibunda Lyra.

Sementara itu, di Pengadilan Agama Jakarta Selatan di kawasan Mampang, tempat sidang cerai selebriti banyak digelar, rata-rata menyidangkan 100 kasus perceraian setiap bulan. Jika dikalikan setahun angkanya membengkak jadi 1500 kasus. “Hampir semuanya berakhir cerai,” kata Panitera Muda Hukum PA Jaksel Mardanis Dardja, SH. “Nggak sampai 5 persen yang rujuk lagi.” Ah, sedemikian mudahkah bercerai? Kemana ikrar setia sehidup-semati, untuk hidup bersama dalam susah dan senang yang diucap saat meikah lalu? ***

Mencari Tahu Mengapa Selebriti Bercerai

Selebriti bercerai selalu jadi berita. Bintang mencari jawaban pertanyaan utama, “Mengapa mereka begitu mudah memutuskan buat bercerai?”

Oleh Ade Irwansyah

Di sayap kanan bangunan berlantai dua itu kursi-kursi panjang yang terjejer sudah ramai terisi. Hari masih pagi. Tepat pukul 10.00 baru akan terlewati beberapa menit lagi. Dari pengeras suara diberitahukan kalau persidangan di ruang sidang A akan segera dimulai. Beberapa orang tampak kikuk bergerak buat siap-siap. Mereka masuk ke ruang sidang itu, lantas menutup pintu rapat-rapat. Hari itu, suasana gedung Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang terletak di kawasan Mampang terlihat seperti biasa. Puluhan orang tampak memadati ruang tunggu buat menunggu giliran sidang. Di ruang sidang A pagi itu, tengah berlangsung persidangan kasus perceraian. Entah siapa yang tengah bersiap buat bercerai. Pintu ruang sidang yang sebenarnya dibuka untuk umum itu tertutup rapat. Bintang yang mencoba mengintip mendapat balasan tatapan tajam penuh tanya.

Suasana pengadilan bakal terasa lebih ramai bila ada sidang perceraian selebriti di gedung itu. Ruang sidang yang sempit akan terisi penuh disesaki kamera-kamera awak infotainment dan fotografer tabloid hiburan. Tidaklah sulit buat menggugat cerai istri atau suami. Silakan datang ke pengadilan agama tempat pernikahan berlangsung, temui panitera permohonan gugatan cerai. Tak perlu datang bersama pengacara, datang sendiri pun dibolehkan. Yang mesti dibawa pun tak banyak, hanya fotokopi KTP beserta fotokopi surat nikah yang terlegalisir dibubuhi materai. Untuk mendaftarkan gugatan harap siapkan uang 550 ribu rupiah sebagai ongkos pendaftaran cerai gugat.

Setelah mendaftar, penggugat cerai tinggal menunggu panggilan sidang. Waktu buat menunggu sidang itu tak sampai sebulan, rata-rata 3 minggu. Lama proses persidangan kasus perceraian tergantung pada pihak suami dan istri. “Kalau dua-duanya sudah mengarah pada perceraian, dalam satu bulan bisa selesai,” bilang Mardanis Dardja SH, Panitera Muda Hukum PA Jaksel. Dalam sebulan itu persidangan kurang lebih digelar dua atau tiga kali.

Namun demikian, bila kasusnya rumit, apalagi bila melibatkan perebutan hak asuh anak dan pembagian harta gono-gini, persidangan bisa berlangsung berbulan-bulan. Di pengadilan agama yang jadi pengadilan tingkat pertama, sidang bisa digelar sampai 8 atau 9 kali hingga amar putusan dibacakan. “Itu bila mengikuti tahapan-tahapan sidang,” kata Mardanis. Tahapan sidang terdiri dari gugatan, jawaban, replik, duplik, pembuktian, keterangan saksi-saksi, kesimpulan, dan terakhir putusan majelis hakim.

Menurut Mardanis ada banyak alasan orang buat bercerai dari istri atau suaminya. Alasan itu mesti dicantumkan dalam materi gugatan. “Ada karena masalah ekonomi, selingkuh, suaminya dipenjara, orangtua terlalu ikut campur,” sebut Mardanis. Saat selebriti mengajukan cerai pun harus ada alasannya. “Alasan mereka juga macam-macam,” bilang Mardanis. “Artis itu orang tenar, tapi kalau punya suami yang (ekonominya) tak menunjang bisa jadi alasan bercerai. Atau karena kesibukan masing-masing, jadi jarang bertemu, komunikasi berkurang, apalagi bila ditambah faktor orang ketiga segala. Hal itu juga bisa menimbulkan perceraian.” Dalam pengamatan Mardanis yang sudah 6 tahun bertugas di PA Jaksel, saat selebriti mengajukan gugatan cerai umumnya dikabulkan hakim alias berakhir degan perceraian. “Hampir semuanya begitu,” ujarnya.

Ego sebagai selebriti
Selebriti bukan golongan orang biasa. Mereka duduk di kelas sosial yang beda dengan orang kebanyakan. Penyebabnya, tak lain, orang kebanyakan memuja selebriti. Jadi mereka lain dan punya status sosial tersendiri. Namun, demikian selebriti juga tadinya lahir dari orang kebanyakan. “Sebelum jadi selebriti dia bukan siapa-siapa, tapi setelah melakukan sesuatu yang membuatnya jadi terkenal, orang itu jadi selebriti,” kata Ieda Poernomo Sidhi, psikolog yag berprofesi sebagai konsultan perkawinan. Tiba-tiba, katanya, orang itu jadi pusat perhatian. Sementara itu pola hidupnya pun berubah setelah jadi selebriti. “Kehidupan selebriti itu sangat padat, ruag lingkup pergaulannya pun berbeda,” komentar Wawan Iriawan, pengacara yang mengurusi kasus perceraian selebriti. “Mereka juga punya perasaan sebagai super star.” Merasa super star ini timbul secara psikologis dari dalam diri seseorang yang disebut selebriti. “Dia sadar kalau diperhatikan orang,” kata Ieda.

Lantas, selanjutnya, kata Ieda, tinggal bagaimana selebriti itu bersikap atas statusnya sebagai orang tenar. Selebriti dihadapkan pada dua pilihan, apakah jadi dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari apa adanya atau jadi seseorang yang ditonton publik. Pilihan itu terlihat pula saat menentukan pasangan hidup, berikut bagaimana membangun keluarga bersama. “Si suami, kalau istrinya selebriti, harus mengikuti pola hidup istrinya yang selebriti. Baik dalam pergaulan dan perilaku gaya hidup selebriti,” jelas Wawan yang pernah jadi pengacara perceraian Elma Theana dengan Farry Indarto dan Maya Firanti Nur dengan Ari Sigit. Saat seorang selebriti merasa dirinya, super star, ia ingin mendapat posisi yang lebih. “Kalau suami yang beristri selebriti pekerjaannya tak jelas atau penghasilannya kurang, rasanya sulit buat dapat keseteraan dari istrinya yang selebriti,” jelasnya lagi.

Selain itu, suami yang beristri selebriti seringkali ingin dapat perhatian lebih dari pasangan. Menurut Wawan, hal itu sulit diwujudkan. “Selebriti jadwal kerjanya padat. Beda dengan kerja kantoran,” katanya. Hal itu membuktikan, keluarga selebriti beda dengan keluarga normal. “Dari situ bisa timbul perbedaan pendapat, ketidakcocokkan, sehingga timbul perceraian,” simpulnya.

Menurut Ieda, masalah timbul kala selebriti mementingkan egonya buat menonjol dalam keluarga. “Selebriti itu punya sifat selalu ingin menonjol,” jelas Ieda. “Tapi, ketika hal ini (rasa ego sebagai selebriti) tidak dilepaskan dalam rumah tangga, timbul masalah.” Saat ego suami dan istri bertemu, kata Ieda, susah buat masing-masing pihak mengalah. Padahal, mestinya, suami istri itu dalam perkawinan yang tadinya “aku” dan “kamu” harus menjadi “kita” buat ke dalam, dan “kami” saat ke luar. “Itu yang namanya pasangan. Susah dan senang bersama-sama,” ujar Ieda.

Jika ego suami dan istri sudah bertemu buat saling baku hantam, solusinya tinggal menang atau kalah. Pasangan itu ingin mengambil jalannya masing-masing. “Hal itu biasanya keluar dengan statement ‘kami sudah tidak cocok,’” pungkas Ieda. Padahal, pada kenyataannya, tak ada orang yag memutuskan menikah lagsung cocok. “Kecocokan itu justru jadi PR perkawinan,” katanya. Saat memutuskan menikah, seseorang seolah-olah sudah saling kenal, merasa ada kecocokan buat jadi suami istri. “Itu baru ‘merasa’. Ketika kawin semuanya baru terbuka.” Tambah Ieda lagi, “Kecocokan itu dicari. Dan dilakukan sepanjang jalan perkawinan.”

Perihal mencari kecocokan itu berlaku buat semua orang, selebriti atau bukan. Status sebagai selebriti, dalam pandangan Ieda, tak membuat seseorang lebih mudah mengambil keputusan bercerai. “Penyebabnya pergeseran nilai di masyarakat,” kata Ieda. Dulu, jika ada orang bercerai dianggap sebagai aib. “Baik aib buat dirinya sendiri dan keluarga,” ujarnya. Sekarang, masyarakat sudah lebih permisif. “Jika sudah nggak cocok, ya sudah. Daripada bikin susah.”

Kemana perginya cinta
Lantas, bagaimana dengan cinta? Masihkah ada cinta yang tersisa saat seseorang selebriti menggugat cerai? Kemana perginya cinta yang dulu? Saat memutuskan menikah, umumnya didasari cinta. Namun, lama-lama ada masalah di sana-sini yang timbul setelah hidup bersama. “Ada langkah-langkah yang tak seiring lagi, itu lama-lama menimbulkan rasa benci,” ujar Ieda. Cinta, Ieda umpamakan, seperti pintu geser yang saling tindih dengan rasa benci. Saat rasa benci lebih besar, cinta semakin menjauh. “Dan lama-lama tinggal rasa benci saja,” katanya.

Jika rasa benci sudah begitu memuncak, niatan buat bercerai semakin mudah. Selebriti pun demikian. Kata Ieda, bintang film kawin cerai bermula dari Elizabeth Taylor. Aktris pemeran Cleopatra ini menikah dan bercerai berkali-kali. Setiap kali Liz Taylor, sapaannya, bercerai jadi pemberitaan pers. Di Indonesia pun demikian. Setiap kali ada artis yang bercerai pasti jadi pemberitaan. “Yang rumah tangganya damai-damai saja justru jarang diberitakan,” simpulnya. Ieda berpesan, saat memutuskan bercerai tolong pertimbangkan masak-masak anak-anak yag dihasilkan oleh perkawinan. “Anda tidak bisa memikirkan diri sendiri lagi, kalau sudah punya anak,” ingat Ieda. Media juga sebaiknya memikirkan kondisi psikis anak saat memberitakan orangtuaya yag selebriti bercerai. “Jangan tampilkan gambar mereka sering-sering. Apalagi sampai meminta kometar mereka,” pesannya. “(Perceraian) ini masalah orangtua, bukan anak-anak.” ***
Dimuat BINTANG INDONESIA edisi 782.

No comments: