Saturday, September 07, 2013

Cerita Putra-putra Nabi Adam dan Kronologi Jejak Manusia di Bumi


BAGAIMANA KISAH ANAK-ANAK NABI ADAM MEMBERI KITA PETUNJUK KAPAN PERSISNYA KISAH MEREKA MUNCUL PERTAMA KALI 

SABTU malam. Malam Minggu. Waktunya wakuncar bagi yang pacaran. Waktunya meratapi nasib bagi yang jomblo. Di pikiran saya malah terlintas kisah Nabi Adam dan putra-putranya. 

Anda tentu siapa Adam. Dalam agama samawi, dia dikatakaan sebagai manusia pertama yang diciptakan Tuhan. 

Dalam tradisi Islam, ada cerita soal Adam yang mungkin sebagian besar umaat Islam sudah mengetahuinya. 

Adam dan Hawa melahirkan kembar dua pasang. Pertama lahirlah pasangan Qabil dan adik perempuannya, Iqlima. Kemudian menyusul pasangan kembar kedua Habil dan adik perempuannya, Lubuda.

Singkat cerita, Adam, atas petunjuk Tuhan,  hendak mengawinkan anak-anaknya. Qabil hendak dikawinkan dengan adik Habil yang bernama Lubuda; sedang Habil dengan adik Qabil yang bernama Iqlima.  

Qabil menolak perintah itu. Ia ingin dikawinkan dengan adiknya sendiri, Iqlima. Adam kemudian menyerahkan uurusan perjodhan itu pada Tuhan. Caranya, Qabil dan Habil harus menyerahkan korban kepada Tuhan dengan catatan bahawa barang siapa di antara kedua saudara itu diterima korbannya ialah yang berhak menentukan pilihan jodohnya.

Qabil dan Habil menerima baik jalan penyelesaian yang ditawarkan ayahnya. 

Habil datang membawa ternaknya, seekor kambing yang gemuk dan sehat. Sedangkan Qabil datang dengan sekarung gandum yang dipilih dari hasil cocok tanamnya yang rusak dan busuk. 

Kemudian diletakkan kedua korban itu--kambing Habil dan gandum Qabil--di atas sebuah bukit lalu pergilah keduanya menyaksikan dari jauh apa yang akan terjadi atas dua jenis korban itu.

Disaksikan oleh seluruh anggota keluarga Adam yang menanti dengan hati berdebar apa yang akan terjadi di atas bukit di mana kedua korban itu diletakkan, terlihat api besar yang turun dari langit menyambar kambing binatang Habil yang seketika itu musnah termakan oleh api. Sedang karung gandum kepunyaan Qabil tidak tersentuh sedikit pun oleh api dan tetap tinggal utuh.

Peristiwa itu dimaknai Tuhan lebih menerima persembahan Habil ketimbang Qabil. 

Cerita selanjutnya sebagian besar sudah tahu. Saya tak ingin melanjutkannya. Yang ingin saya tekankan pada beberapa poin dalam cerita di atas: 

1. Adam dan anak-anaknya. 
2. Kambing.
3. Gandum. 

Apa kaitan Adam beserta dengan kambing dan gandum? 

Begini, Adam manusia pertama di Bumi. Kita tahu Allah menciptakannya dan menurunkannya ke Bumi dan menjadikan manusia sebagai khalifah di muka Bumi ini.  

Kapan sebetulnya manusia muncul menurut bukti-bukti ilmu pengetahuan atawa sains, perlu dijelaskan di sini sebagai awal diskusi kita.

Semua berawal sekitar tujuh juta tahun lalu, ketika berkembang suatu spesies mirip kera yang mampu bergerak secara bipedal, tegak. Antara tujuh dan dua juta tahun lalu banyak kera bipedal bermunculan. 

Di antara makhluk bipedal itu muncul satu spesies yang, antara tiga dan dua juta tahun lalu, berkembang dengan ukuran otak yang lebih besar. Di sinilah asal muasal genus homo, cabang pohon silsilah manusia yang tumbuh melalui Homo erectus yang akhirnya berevolusi menjadi kita, Homo sapiens. 

***

Di sini timbul lagi pertanyaan, kapan manusia seperti kita--Homo sapiens--muncul? 

Sebagian besar palaentropolog dan pakar genetika sepakat, manusia modern, kita atawa Homo sapiens muncul 200 ribu tahun lalu di Afrika. Fosil pertama ditemukan di Omo Kibish, Ethiopia. Bukti fosil tertua ditemukan di Israel yang membuktikan sekitar 90 ribu tahun lalu, manusia modern mulai keluar Afrika, bermigrasi menyebar ke berbagai tempat di Bumi. 

Dikatakan pula, sebagian kecil manusia modern meninggalkan Afrika pada 70 ribu hingga 50 ribu tahun lalu dan akhirnya menggantikan jenis manusia terdahulu, seperti orang Neandhertal. Di sini dominasi manusia modern di Bumi dimulai. 

Anda juga tentu tahu, sebelumnya manusia hidup dengan berburu dan meramu. Tak lama setelah pembesaran otak, nenek moyang manusia mulai mengenal perkakas paling awal sekitar 3 dan 2 juta tahun silam. Penggunaan perkakas berkembang terus, tapi manusia tak kunjung mengubah pola hidupnya dengan tinggal nomaden, berburu dan meramu.

Tapi, hidup manusia berubah sekitar 11 ribu tahun lalu. Sampai 13 ribu tahun lalu, sejak zaman es terakhir, manusia modern di seluruh dunia hidup dengan cara hidup yang sama: mereka berkumpul damlam kelompok kecil, tinggal dari satu tempat ke tempat lain, bertahan hidup dengan berburu binatang liar dan meramu tanaman.

Tapi sejak sekitar 11 ribu tahun lalu manusia mulai bosan hidup berpindah-pindah. Ah, bosan bukan kata yang tepat. Yang jelas, di masa itu ada keadaan yang membuat manusia hidup menetap. Dan ketika sekelompok manusia tinggal menetap, revolusi telah terjadi. Pola hidup manusia berubah total. 

Dari yang tadinya mengumpulkan tanaman menjadi bercocok tanam. Dari yang tadinya berburu hewan menjadi mengembangbiakkan hewan ternak. Buku Guns, Germs, and Steel(terbit pertama 1998, edisi Indonesia terbit Januari 2013) karya Jared Diamond menyebut satu kawasan di Asia Barat Daya yang disebutnya Bulan Sabit Subur, kawasan dekat laut Mediterrania, Turki, hingga Irak dan Suriah di Timur Tengah. Sekitar 8500 SM di kawasan Bulan Sabit Subur manusia melakukan domestifikasi paling awal. Di sana manusia bertani dan beternak. Boleh dibilang asal muasal peradaban manusia di mulai dari sini.          

***

Dari sini kita kembali ke cerita Adam dan putra-putranya. 

Harus saya terangkan dahulu, domestifikasi yang dimulai sekitar 8500 SM di Bulan Sabit Subur menandakan manusia di sana sudah mulai hidup menetap, mengenal pertanian dan beternak hewan. Manusia telah mengetahui bagaimana bercocok tanam. Gandum menjadi pilihan pangan utama. 

Selain itu, domestifikasi hewan berarti pula manusia telah mampu "menaklukkan" hewan-hewan liar untuk hidup berdampingan dengan mereka. Tidak semata untuk dimakan, tapi juga diberdayakan sebagai alat atau membantu hidup mereka. Di masa itu, manusia sudah hidup dengan kuda, sapi, kambing dan domba yang jinak. 

Nah, jika ditilik dengan cerita putra-putra Adam yang menyerahkan kurban "gandum dan kambing" untuk persembahan bagi Tuhan, bisalah kita duga kisah Adam dan putranya bermula tak sampai 10 ribu tahun lalu. Sebab, di masa itu manusia baru mengenal cocok tanam dan beternak. Sebelumnya manusia tinggal dengan berburu dan meramu.    

Atau, Anda pernah mendengar pada abad ke-17 Uskup Ussher memperhitungkan alam semesta, termasuk manusia pertama dfi dalamnya, tercipta sekitar 4004 SM, sebuah angka yang diperolehnya dari menjumlahkan usia tokoh-tokoh dalam Perjanjian Lama. Dicatat Stephen Hawking di esainya "Asal-Usul Jagat Raya" yang ditulis 1987 (muncul di buku Black Holes and Baby Universes [1993], saya baca edisi terjemahannya terbitan 1995) tahun penciptaan yang diturunkan dari Kitab Suci tidak begitu jauh dari saat akhir zaman es terakhir, yang secara ilmiah diduga sebagai awal munculnya manusia modern.    

Jadi, Adam baru muncul tak sampai 10 ribu tahun lalu? Bagaimana dengan sejarah panjang spesies bipedal yang muncul 7 juta tahun lalu? Apakah mereka "Adam" sebenar-benarnya? 

Teori evolusi memang tak pernah cocok dengan kisah yang diturunkan lewat agama. Perdebatan soal itu tak pernah selersai hingga kini dan menghasilkan dua kubu yang bertikai terus: di satu sisi kaum kreasionis, mereka yang percaya manusia diciptakan Tuhan seperti apa adanya saat ini dan menolak manusia satu keturunan dengan kera; di sisi lain penganut teori evolusi yang percaya manusia lahir dari perjalanan panjang evolusi.  

Di mana sebaiknya kita berada? 

Di lemari buku saya ada buku kisah para nabi yang dituturkan Hamka berjudul Hamka Berkisah Tentang Nabi dan Rasul (ditulis M. Saribi Afn, terbit pertama 1979, yang saya punya cetakan V, 1991). Jilid satunya berkisah tentang Nabi Adam. Saya kutipkan bagian yang saya suka dari pandangan Hamka yang moderat atas perbedaan sains dan agama terkait asal-usul manusia: 

"Adam menurut kepercayaan umum dalam agama adalah manusia pertama. Itu kepercayaan. Memang ada sementara penyelidikan ahli-ahli yang menyatakan bahwa Nabi Adam bukanlah manusia pertama. 

"Letak kepercayaan itu tentu saja lain. Dan ini bukan pula berarti bahwa kita tidak menerima penyelidikan-penyelidikan manusia lain ... Itu penyelidikan, biarlah orang terus melakukan penyelidikan.

"Dan karena penyelidikan itu belum habis-habisnya juga, tidak berarti kita lalu membuang kepercayaan agama.

"Mengenai Nani Adam sebagai manusia pertama ini tertulis dalam wahyu Allah, yang dituturkan kepada Rasul dan Nabi-nabi dalam kitab mereka.

"... (Y)ang tertulis dalam kitab-kitab suci itu kalau diselidiki dengan jiwa yang mendalam dan penuh iman, tidak kurang, malahan barangkali lebih nilainya, daripada apa yang pernah dihasilkan oleh ilmu pengetahuan."         

Hamka mempersilakan penelitian sains atas teori evolusi. Ia tidak hendak membantah sedemikian rupa--seperti dilakukan Harun Yahya, misalnya. 

Menarik pula fakta yang saya ditemukan di majalah Islam Madina edisi Januari-Februari 2009 yang mengulas 200 tahun kelahiran pencetus teori evolusi Charles Darwin. Mengutip tulisan penulis Muslim Jim Al Khalili di harian Inggris The Telegraph, diketahui, sekitar 1000 tahun sebelum Darwin mempublikasikan teori evolusinya, seorang ilmuwan di Baghdad, Irak, sudah memperkenalkan teori yang srupa. 

Orang ini bernama Abu Utsman al-Jahith (781-869), seorang ilmuwan asal Afrika Timur, berhipotesis tentang pengaruh lingkungan tehadap spesies. 

Kata al-Jahith:

"Hewan terlibat dalam perjuangan untuk mempertahankan diri; memperebiutkan sumber daya, mencegah dirinya menjadi mangsa dan berkembang biak. 

"Faktor-faktior lingkungan memengaruhi organisme untuk mengembangkan karakteristik-karakteristik baru untuk untuk menjamin keselamatan mereka, sehingga mereka berubah menjadi spesies baru. 

"Hewan yang selamat akan mewariskan ciri-ciri baru itu pada keturunan mereka." 

Teori itu sejalan dengan teori evolusi Darwin. Memang gagasan itu tak dilanjutkan pemikir Islam lain. Tapi suatu gagasan "radikal' seperti itu pernah tumbuh dalam peradaban Islam menandakan satu hal: Agama tidak menjadi penghalang melakukan penelitian ilmiah. Sains memperkaya pemahaman kita akan siapa kita di muka Bumi ini.***


BAHAN BACAAN

Jared Diamond, Guns, Germs, & Steel, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2013. 

M. Saribi Afn, Hamka Berkisah Tentang Nabi dan Rasul, Pustaka Panjimas, Jakarta, cet v, 1991.

Richard Leakey, Asal-Usul Manusia, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2007.

Stephen Hawking, Black Holes and Baby Universes, Gramedia, Jakarta, 1995. 

"Pengembaraan Manusia", James Shreeve, National Geographic Indonesia, Maret 2006.

"200 Tahun Darwin", Madina, Januari-Februari 2009. 

Monday, January 19, 2009

Loper Koran Jadi Jutawan

AGUS MISYADI: Loper Koran yang meraih Setengah Miliar dari Who Wants to be Millionaire

Oleh Ade Irwansyah

Pertanyaan: Bagaimana sang loper koran jadi jutawan?

MATAHARI belum lagi terbit. Sekitar jam 3 pagi, kebanyakan orang masih terlelap tidur. Namun, tak demikian buat Agus Misyadi (24), warga Kranggan, Jakarta Timur ini. Pada jam 3 pagi Agus mesti bangun untuk mulai bekerja. Sedini itu ia sudah harus berangkat ke Paceta Agency, agen koran yang dikelola kakaknya, Suratman, di dekat Pasar Cibubur, Jakarta Timur. Di sana kesibukan sudah dimulai. Koran, majalah, dan tabloid sudah berdatangan menunggu diantar. Agus mesti merapikan semuanya sebelum siap diangkut. Butuh waktu sejam buat Agus dan kakaknya merapikan tumpukan koran. Begitu selesai, Agus siap bekerja, mengantarkan koran pada pelanggan.

Jam 7 pagi, saat matahari sudah terbit, Agus baru selesai mengantar koran. Ia kembali ke Paceta Agency. Di sana sudah berserakan koran-koran yang tak laku dijual. Agus membacai koran-koran itu. Ia paling suka membaca berita iptek berikut sejarah penemuan atau nama penemunya. "Saya tertarik dengan berita-berita itu," katanya saat ditemui di rumahnya, Kamis (7/4) siang. Dari banyak membaca koran sisa, Agus jadi tahu banyak hal. Pengetahuan itu jadi modal baginya saat ikut kuis Who Wants to be Millionaire. Agus mendapat setengah miliar dari kuis itu.

Agus tak pernah menyangka bakal dapat rezeki sebesar itu. Tapi usahanya ikut kuis yang dipandu Tantowi Yahya itu terhitung keras. Pada 2000, Agus lulus dari STM Pangudi Luhur, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. Tadinya, Agus lolos seleksi untuk langsung bekerja di Cikarang, Bekasi. Namun kesempatan itu tak diambilnya. Agus yang sekolah di STM berkat beasiswa bertanya-tanya apa bakal dapat beasiswa lagi untuk melanjutkan kuliah. Nyatanya, tidak ada beasiswa lagi. Sementara kesempatan untuk bekerja di Cikarang sudah tertutup.

Agus lantas merantau. Nasib membawanya diterima kerja jadi pramuniaga toko Indomaret di Cilegon, Banten. "Saya kerja di sana selama setahun," katanya. Pada 2001, Agus ke Jakarta. Ia kerja jadi pengantar air mineral di daerah Kota Wisata, Cibubur. Agus tinggal di mes karyawan yang disediakan majikan. Di tempat itu Agus tak kerasan. "Kerjanya tak pakai jam. Saya bisa kerja mengantar air dari pagi sampai jam sebelas malam," katanya mengeluh. Agus memutuskan berhenti.

Agus lalu tinggal bersama pamannya, Hariyadi Malik. Rumah pamannya amat sederhana. Pesawat teve pamannya masih hitam-putih. "Makanya, jarang dinyalakan," kata Agus. Dinding rumah itu juga belum dicat. Sehari-hari pamannya bekerja jadi staf administrasi kantor PLN, Kuningan, Jakarta Selatan. Saat pamannya bekerja, Agus menjaga rumah. Agus mulai bekerja pada kakaknya, Suratman yang jadi agen koran, awal 2002. "Salah satu loper koran kakak saya pulang kampung. Saya disuruh menggantikan," bilangnya. Agus bukannya malas mencari kerja. Berkali-kali melamar, panggilan kerja tak kunjung datang. Suatu kali, ia mendatangi biro jasa pengerah tenaga kerja untuk jadi pelayan di kapal pesiar asing. "Namun biayanya mahal. Saya juga disuruh buat paspor dulu," ujar pria kelahiran Wonogiri, 7 Maret 1981 ini.

Dari tabungannya, Agus membeli telepon genggam. Oleh kakaknya, ia digaji 300 ribu rupiah setiap bulan. "Setiap bulan saya sisakan 100 ribu buat beli voucher handphone," bilang Agus. Yang ada di benaknya, untuk dapat uang agar bisa bekerja di kapal pesiar, lewat kuis Who Wants to be Millionaire. Kuis itu menghadiahi uang sampai 1 miliar rupiah bagi yang jadi pemenangnya. Pada pertengahan 2003, Agus mulai rajin menelepon nomor telepon premium call buat yang ingin ikut kuis itu. "Sekali menelepon, bisa habis 25 ribu," ungkapnya.

Agus tentu tak setiap pekan menelepon. Ia tak punya cukup uang untuk itu. Paling hanya sebulan sekali ia menelepon. Tekadnya mengubah nasib dengan jadi pelayan kapal pesiar tetap ada. Makanya, sambil sesekali menelepon, Agus rajin membaca koran-koran sisa hantarannya. Ia yakin suatu kali bisa ikut kuis itu. Kalau menang uangnya akan dipakai membuat paspor dan mendaftar jadi pelayan kapal pesiar.
Butuh waktu panjang hingga Agus dipanggil RCTI. Menurut produser Who Wants to be Millionaire, John Fair Kaune, setiap peserta kuis dipilih secara acak oleh komputer. "Siapa saja yang menelepon ke nomor premium call kami akan dipilih oleh komputer," katanya pada Bintang, Rabu (6/4) lalu. "Seminggu bisa sampai 1000 penelepon," lanjutnya. Dari angka itu, komputer mengacaknya jadi 50 orang. Lalu dikecilkan lagi hingga tinggal 20 saja. Nah, sampai di situ, staf RCTI yang menelepon tiap calon kontestan. "Mereka kami audisi dengan cara menelepon. Mereka kami beri pertanyaan," bilang John. Jika tak bisa menjawab, kontestan dianggap gagal. Calon kontestan baru diambil dari sisa penelepon yang ada.

Nah, komputer yang mengacak setiap orang yang ingin ikut kuis baru berpihak pada Agus sekitar Januari lalu -- atau setelah lebih dari 1,5 tahun terus mencoba. "Waktu orang RCTI menelepon, saya hampir tidak lolos karena menjawab salah. Untung di pertanyaan terakhir saya menjawab dengan benar," kata Agus. Setelah lolos audisi Agus berhak ikut kuis. John ingat betul bagaimana Agus saat menjawab pertanyaan yang diajukan Tantowi. "Dia nggak sekadar pintar. Dia bisa menjawab karena banyak membaca," ujar John.

Memang demikianlah yang dilakukan Agus. Hari-harinya dihabiskan dengan membaca koran. Menjelang ikut kuis, sekitar akhir Januari lalu, Agus makin giat membaca. Tak cuma sisa koran hari itu, tapi juga koran-koran lama yang menggunung di tempat kakaknya. "Malam sebelum ikut kuis, saya buat catatan nama-nama penemu. Kayak anak sekolah belajar mau ulangan saja," cerita Agus.

Cara itu terbukti jitu. "Dia menjawab dengan tenang. Hanya orang yang benar-benar tahu saja yang bisa menjawabnya," tutur John penuh kesan. Sayangnya, ketenangan Agus hilang pada pertanyaan terakhir yang bernilai 1 miliar. "Saya sudah nggak kebayang. Gugup," kata Agus menceritakan perasaannya saat itu. Agus mengaku pertanyaan seputar penelitian yang meraih Nobel Fisika 1928 memang tak dikuasainya. "Saya nggak menghapal siapa saja peraih Nobel," akunya. Akhirnya, Agus mundur.

Selembar cek bernilai setengah miliar rupiah di tangannya. Sejak hari itu Agus jadi jutawan. Kendati sudah jadi jutawan, tak banyak orang tahu. Kakak dan pamannya baru tahu belakangan. Orangtuanya, Umar dan Inah, sampai kemarin belum tahu kalau anak mereka ketiban untung dapat setengah miliar rupiah.

Sebagaimana lazimnya kuis, ada pajak hadiah bagi pemenang. Agus pun tak menerima utuh setengah miliar rupiah. "Saya terima sekitar 350 juta rupiah," ungkapnya. Uang sebanyak itu, kata Agus, takkan dipakainya membuat paspor. Niatnya jadi pelayan kapal pesiar sudah diurungkan. "Sekarang saya ingin kuliah lagi," ucap Agus sambil berujar akan mengambil jurusan desain grafis. Sisa uangnya, katanya, akan dipakai membiayai adik bungsunya, Yuliani, kuliah. Jika masih tersisa juga, Agus belum tahu uangnya akan dipakai untuk apa. Agus masih bingung. Sampai kini, ia masih jadi loper koran membantu kakaknya. "Kalau nanti sudah tahun ajaran baru, saya akan daftar masuk kuliah," katanya. Hingga kini, Agus belum punya pacar. "Kemarin saya masih menganggur. Malu kalau punya pacar," akunya lugu. Kini Agus mulai berniat untuk punya pacar. "Nanti mungkin, kalau sudah kuliah saya akan cari pacar," katanya lagi sambil tersenyum malu. Ada yang mau jadi pacar pria yang baru dapat setengah miliar rupiah? ***


BINTANG INDONESIA, No.729, TH-XV, MINGGU KEDUA APRIL 2005, p.12


Monday, November 26, 2007

Quickie Express

Oleh Ade Irwansyah

Saya datang ke bioskop dengan pikiran yang sudah teracuni. Sebuah review di multiply teman bilang “ada yang kurang di film ini.” Teman lain bilang filmnya lamban. “Awalnya ketawa-ketiwi, tapi lama-lama lawakannya basi,” begitu kira-kira ucapannya.

Ah, biarlah. Toh, I never take it for granted.

Dan ternyata, di mata saya: Quickie Express tak buruk-buruk amat!

Syahdan, tersebutlah seorang pria bernama Jojo (Tora Sudiro dalam penampilan tak ubahnya di Extravaganza). Ia seorang pecundang sejati. Di usia 27 tahun, Jojo belum punya pekerjaan tetap. Hingga, takdir mempertemukannya dengan Mudakir (Tino Saroenggallo), seorang “pemburu.” “Pemburu”? Ya, Mudakir berprofesi sebagai “pemburu” pria yang akan diajaknya bekerja di restoran pizza Quickie Express. Restoran pizza ini cuma kedok. Aslinya, pria-pria pengantar pizza itu adalah pelacur lelaki alias gigolo.

Kemudian kita diajak berkenalan dengan 2 calon gigolo lain yang seangkatan dengan Jojo, Marley (Amink, N.B: lihat anak kalimat usai nama “Tora Sudiro” di atas) dan Piktor (Lukman Sardi).Sumpah, 2 orang ini tak ada potongan buat jadi gigolo. Ah, ini mungkin bisa-bisanya si pembuat film saja.

Kita lalu diajak melihat Jojo, Marley, dan Piktor menjalani hari-hari sebagai gigolo.

Berbagai jenis “pelanggan” mereka layani. Dari seorang guru (Ria Irawan rocks!) sampai istri pejabat. Tentu, kemudian cerita berkembang pada persoalan pokok dengan Jojo sebagai tokoh utamanya. Kisahnya tergolong klise malah. Jojo akhirnya jatuh cinta pada seirang wanita baik-baik (diperankan pendatang baru Sandra Dewi yang bikin gemas). Di lain pihak, seorang tante girang (Ira Maya Sopha rocks too!) tak bisa lepas dari Jojo. Ia juga cinta mati pada Jojo.

Terus terang, tak perlu penonton pintar untuk menebak apa yang terjadi kemudian: gadis lugu yang dicintai Jojo ternyata anak dari tante girang yang juga mencintainya. Jika Joko Anwar, penulis skenarionya, menuturkan konflik filmnya sampai di sini saja, dengan tegas saya beri nilai buruk buat film ini. Beruntung, Joko penulis jempolan. Sesuatu yang kita kira bakal berakhir klise, ia twist jadi sesuatu yang mengejutkan. Di akhir filmnya, ada kejutan-kejutan yang membuat kita tertawa sekaligus terperangah (maaf, saya tak mau jadi spolier!).

Hal di atas rasanya jadi faktor utama mengapa saya bilang film ini tak buruk-buruk amat. Namun demikian saya juga setuju, awalnya film ini mengajak ketawa dan saya juga ketawa dibuatnya. Tapi, lama-lama saya lelah. Pasalnya, Joko terlalu semangat memberi sentuhan komedi pada film ini. Apa yang disebut bagian ”pendahuluan film” (jika menganut teori skenario 3 babak) dibeberkan terlalu panjang. Hingga, saat film menginjak bagian ”konflik” dan ”solusi konflik” penonton sudah kelelahan.

O ya, banyak juga komentar soal gaya ’80-an yang terlihat menonjol di film ini sementara apa yang kita lihat di era 2000-an juga tetap nongol. Apa Dimas Djayadiningrat, sutradaranya nggak konsisten? Ah, buat saya sih tidak. Film ini tetaplah berseting masa kini. Atribut ’80-an sekadar style (konon Dimas menyebutnya sebagai tribute buat film-film Warkop di tahun '80-an). Pilihan yang cocok mengingat film ini mendefinisikan dirinya bergenre “komedi”—komedi dewasa, tepatnya. Dan rasanya Dimas adalah pilihan cocok buat menyutradarai film yang mengandalkan “style” macam begini. Sayang memang, pada akhirnya yang menonjol dari film ini adalah “style” ketimbang penceritaan. Ya, saya yakin, usai menonton Anda bakal lebih ingat gaya pakaian pria-pria pengantar pizza Quickie Express ketimbang moral ceritanya.***

Quickie Express (2007)
Sutradara: Dimas Djayadiningrat
Skenario: Joko Anwar
Pemain: Tora Sudiro, Amink, Lukman Sardi, Ira Maya Sopha, Sandra Dewi, Rudy Wowor, Tio Pakusadewo
Durasi: 117 menit

Wednesday, October 24, 2007

Resensi Get Married

Sebuah Karikatur Memikat Bernama Get Married

Sebuah karya dari penulis skenario terbaik yang dimiliki Indonesia saat ini.

Oleh Ade Irwansyah


Di awal kebangkitannya, film Indonesia era sekarang selalu dikritik piawai dari segi teknik pembuatan, namun lemah dari segi penceritaan atau bertutur. Sineas Indonesia era 2000-an dibilang lebih fokus mengurus angle kamera ketimbang menyusun cerita yang enak diikuti. Pangkal soalnya, bisa jadi lantaran cuma sedikit film Indonesia yang punya cerita bergigi. Hanya sedikit film Indonesia yang punya skenario jempolan.

Boleh dibilang, jarang sekali ada film-film Indonesia yang mengandalkan cerita. Yang banyak malah film yang kaya visual tapi miskin dalam logika bertutur. Film-film yang menertawakan kecerdasan otak manusia. Dikiranya semua penonton Indonesia nggak suka berpikir dan pergi ke bioskop hanya untuk melihat gambar-gambar indah, ditakut-takuti atau diperas air matanya sampai kering dengan cerita sepele serba klise.

Ah, untungnya tak semua film Indonesia era sekarang seperti itu. Ada lho, beberapa film nasional yang mengandalkan cerita berbobot. Arisan!, Janji Joni, Berbagi Suami, Maskot atau Naga Bonar Jadi 2 adalah contoh film-film jenis itu.

Dan sekarang jumlahnya bertambah satu: Get Married.

Inilah film yang punya skenario perkasa (bukan lagi jempolan atau ciamik). Film ini melanjutkan tradisi film yang punya skenario berkelas semisal Kejarlah Daku, Kau Kutangkap (1985) atau Taksi (1990).

Kisahnya sederhana. Di sebuah kampung di tengah belantara metropolitan Jakarta hiduplah 4 sahabat (3 lelaki dan 1 wanita) yang tumbuh sejak kecil sampai usia mereka 20-an tahun. Yang wanita, Mae (Nirina) hendak dicarikan jodoh oleh orangtuanya (Merriam Bellina dan Djadja Mihardja). Ortunya ingin Mae melakukan “kewajiban sejarah” berkembang biak meneruskan silsilah keluarga. Namun, mencari jodoh tak semudah memilih baju Lebaran. Beberapa pria yang disodorkan ortunya ditolak Mae. Dan penolakan Mae berarti pula tindakan dari 3 sahabatnya, Guntoro (Desta), Eman (Aming), dan Beni (Ringgo Agus Rahman). Ketiganya memberi pelajaran pada pria-pria yang ditolak Mae untuk jangan pernah lagi mencoba-coba meminangnya. Mereka juga bikin syarat yang memberatkan: Jika bukan anak raja atau anak sultan, mending jauh-jauh dari Mae, yang di mata sahabatnya “primadona kampung”.

Hingga, datanglah seorang pria pujaan, Randy (Kevin Richard). Sosoknya bak pangeran tampan. Syahdan, Mae sang Cinderalla kampung pun jatuh hati. Tetapi, 3 sahabatnya ternyata tak merelakan sang primadona jatuh ke pelukan pangeran pujaan. Meski semua syarat jadi suami Mae dipenuhi, bukan berarti mereka memberi lampu hijau. Namun, mereka pun tak kuasa menjadi istri Mae. Masa depan tak ada. Pekerjaan tak punya. Guntoro dan Eman malah jatuh sakit. Beni akhirnya bersedia dengan setengah terpaksa.
Ceritanya sampai segitu saja ya. Sayang kalau diumbar semua. Mending menontonnya di bioskop saat filmnya masih diputar atau segera beli VCD/DVD-nya nanti (jika malas, boleh menunggu sedikit lebih lama sat diputar di teve).

Selain cerita inti sederhana namun berisi di atas, film ini punya banyak elemen menarik lain untuk disingkap. Pilihan komedi romantis yang diusung skenario Musfar Yasin (juga menulis Ketika dan Naga Bona Jadi 2) jadi pilihan jitu. Film ini tampil segar, membuat terbahak. Komedi juga memungkinkan Musfar menyisipkan pesan-pesan moral dan kritik sosial seperti film-filmnya terdahulu dengan lebih elegan. Ya, akan aneh rasanya bila drama mendayu-dayu macam Heart diisi kritik sosial berupa pertentangan kelas si kaya dengan si miskin.

Perang antara the haves and the haves not (si kaya dan si miskin) jadi sub-konflik film ini. Mae dan 3 sahabatnya tinggal di kampung, sedang Randy di perumahan mewah. Saat Randy dipermalukan 3 anak kampung sahabat Mae, teman-teman Randy yang semuanya anak-anak orang kaya menunjukkan solidaritas. “Kita nggak peduli lo benar atau salah. Buat kita, musuh lo adalah musuh kita!” Bagi mereka ini “cara Indonesia”.

Hmm, kritik sosial yang amat mengena sebenarnya. Namun, kok rasanya salah konteks ya. Bukan apa-apa, rasanya agak di luar nalar bila ada sekumpulan anak-anak orang kaya kompleks perumahan mewah berani menyerang kampung. Saya yang hidup di kampung sebelah kompleks perumahan justru melihat anak-anak kompleks takut dengan anak-anak kampung. Waktu SD dulu, kita bebas main bola di lapangan mereka, tanpa perlu ijin dulu.

Nah, dari sini kalau saya bilang film ini amat naif. Lihat saja, Randy yang amat kaya dan tampan bisa dengan mudah jatuh hati pada Mae. Atau Mae yang bercita-cita jadi polisi begitu mudah menyerahkan nasibnya pada 3 sahabatnya.

Meski naif (dan cenderung mengakali nalar), penonton dibuat percaya pada jalinan kisahnya. Mungkin lantaran kisahnya karikatural. Seperti karikatur yang bertujuan mengeksagerasi (melebih-lebihkan bentuk wajah obyek gambar), kita dibuat menerima kisah yang disajikan. Dan malah tertawa terpingkal-pingkal. Hal ini menandakan, sebagai sebuah karikatur sosial Get Merried karya yang berhasil.

Pertanyaannya, pada siapa kredit utama pujian di atas ditujukan? Maaf saja, bukan pada Hanung Bramantyo yang kemampuannya belum layak naik kelas dari filmnya terdahulu, Jomblo (2006). Pun juga Nirina, Aming, Desta dan Ringgo yang asyik berakting jadi diri sendiri, bukan karakter tokoh yang mereka perankan. Maaf juga, mereka tak sekelas Deddy Mizwar saat di Kejarlah Daku.. atau Rano Karno di Taksi. Pujian utama hanya layak ditujukan pada Musfar sang penulis. Dialah penulis skenario terbaik yang dimiliki bangsa ini sekarang. Musfar tak seambisius Monty Tiwa yang hobi mengulik kata-kata dan ingin terlihat pintar. Bukan pula Joko Anwar yang berambisi membuat sesuatu yang serba lain dari yang lain. Namun, Musfar justru berhasil membuat film yang lebih berbicara letimbang keduanya. Lebih bercerita. Enak diikuti, sekaligus bermakna.

Get Married
Sutradara: Hanung Bramantyo
Skenario: Musfar Yasin
Pemain: Nirina Zubir, Aming, Desta, Ringo Agus Rahman, Richard Kevin, Jaja Miharja, Meriam Bellina.
Durasi: 90 menit

Monday, August 27, 2007

Anak Band & Groupies Part IV

Pada Anak Band Hati Mereka Terpaut

Bukan cuma groupies yang terpikat anak band. Pun demikian dengan sejumlah selebriti-selebriti nan cantik.

SELEPAS lulus SMA, Alexandra Gottardo (20) yang besar di Malang, Jawa Timur berencana kuliah di Jakarta. Kurang dari 5 bulan tinggal di Jakarta, ia dikenalkan pada manajer artis oleh sepupunya. Wajah cantik dan postur tubuhnya yang tinggi membuatnya ditawari main sinetron. Xandra, panggilannya, menyambut tawaran itu dengan antusias. Ia berkesempatan lagi memraktekkan kemampuan akting kala masih aktif berteater di Malang. Sayangnya, bakat teater Xandra belum terpakai maksimal. Sebagai pendatang baru ia cuma dapat peran kecil di sinetron Yoyo. Logat Jawanya yang medok juga dikritik sutradara lantaran terlihat kaku. Xandra tak putus asa. Lambat laun ia memperbaiki diri. Hasilnya, ia kembali dipercaya ikut berakting di Cinta Makin Gila. Di sinetron itu lagi-lagi Xandra dapat peran kecil. Namanya belum tenar.

Hingga, pada Mei tahun lalu, Xandra menghadiri sebuah acara di Bali. Di tempat itu hadir pula grup band Dewa. Xandra lantas berkenalan dengan penggebuk drum Dewa Tyo Nugros via temannya. "Waktu kenalan saya lihat dia nggak sombong," kata Xandra mengenang kesan pertamanya bertemu Tyo. Perkenalan di Bali berlanjut jadi saling menelepon. Hubungan Xandra dan Tyo semakin dekat.

Kala itu, siapapun tahu Tyo kekasih penyanyi Audy. Kedekatan Xandra dengan Tyo lantas menjadi santapan gosip media hiburan. Apalagi setelah ketahuan kalau Tyo dan Audy putus cinta. Wajah Xandra muncul di setiap tayangan infotainment. Orang pun mulai mengenalnya. Tawaran main sinetron makin berdatangan. Di sinetron komedi Sial-sial Mujur (Trans TV), Xandra jadi pemeran utama bareng Akri dan Parto. "Tidak benar saya jadi orang ketiga Tyo dan Audy. Toh saya kenal Tyo setelah putus dengan Audy," sangkal pemilik nama lengkap Alexandra Ria Farista Gottardo.

Sangkalan Xandra boleh jadi benar. Tyo dan Audy sudah putus beberapa bulan sebelum mereka berkenalan. Yang tak dapat disangkal, nama Xandra makin dikenal orang setelah berpacaran dengan Tyo. "Saya sudah duga, pasti orang akan bilang seperti itu. Yang pasti kedekatan saya dengan Tyo bukan karena ingin mendompleng popularitas," bantah penyuka warna coklat ini. Xandra tentu tulus mencintai Tyo. "Sejujurnya saya menyukai Tyo," kata Xandra. Tyo pun demikian. "Saya menilai dia sangat dewasa," puji Tyo buat Xandra.

Kisah cinta Xandra dan Tyo jadi satu contoh hubungan asmara anak band dengan selebritis -- entah itu sesama penyanyi, pesinetron atau model. Contoh lain masih banyak. Yang mutakhir tentu kedekatan Ariel, vokalis Peterpan dengan pesinetron anyar Luna Maya. Di berbagai kesempatan Luna membantah kedekatannya dengan Ariel ditafsirkan sebagai hubungan kasih.
Contoh lain, Rossa (26), pelantun Tegar berpacaran dengan penabuh drum Padi, Yoyo (27).

Kisah cinta mereka diawali kedatangan Rossa ke markas Padi di Lebak Bulus, Jakarta sekitar September 2001. Waktu itu Rossa datang sambil membawa CD (Compact Disc) album Padi Sesuatu yang Tertunda untuk ditandatangani personil Padi. Rencananya, CD itu akan Rossa berikan buat sahabatnya di Bandung. Setelah ditandangani, Yoyo menawarkan diri menyerahkan CD itu begitu manggung di Bandung. Rossa senang bukan main. Sejak perkenalan itu hubungan mereka makin dekat. "Dari situ jadi sering telepon dan kirim SMS," ungkap Rossa. Saking dekatnya, mereka sudah seperti sepasang kekasih. Padahal Yoyo belum pernah mengutarakan cinta.

Rossa lantas menanyakan kejelasan hubungan mereka. "Waktu itu saya hanya jawab begini, pacaran juga nggak apa-apa," buka Yoyo. Kalimat itu jadi petanda Rossa dan Yoyo jadian. Soal tanggal persisnya, mereka lupa. "Saya pernah usul tanggal 9 Oktober sebagai hari jadian kami. Bertepatan dengan ulang tahunnya. Jadi kalau perayaan, yang nraktir dia terus, hahaha," canda Yoyo. Ia dan Rossa boleh lupa tanggal jadian. Namun, tanggal 18 Maret tahun lalu takkan pernah mereka lupakan. Di hari itu, keduanya mengucap janji pernikahan di Masjid Agung Sumedang, Jawa Barat.

Presenter Sophie Navita boleh jadi contoh lain selebriti yang menikah dengan anak band. Sophie menikah dengan gitaris Jikustik, Stefanus Pongki Tri Barata (27) alias Pongki pada 23 Maret 2003 lalu. Pasangan ini bertemu beberapa tahun silam saat Pongki bersama personel Jikustik lain sedang mengikuti pemotretan album perdana. "Saya sedang ditugasi mewawancarai Jikustik untuk sebuah acara yang akan ditayangkan TVRI. Kesan pertama saya, Pongki yang paling menarik. Tapi hanya sebatas itu. Lagipula saya datang bareng pacar," kenang Sophie yang pernah berakting di sinetron Cerita Cinta.

Model dan pesinetron Adelia Lontoh (21) juga memilih anak band sebagai tambatan hati. Hati Adelia berlabuh pada vokalis Sheila on 7, Akhdiyat Duta Modjo atau Duta. Pertemuan Duta dengan Adelia terjadi di tempat kasting pembuatan video klip Seberapa Pantas. Tadinya, ada 3 bersaudara Lontoh yang bakal jadi model video kilpnya: Ananda Novi Lontoh, Adelia Lontoh, dan Ria Lontoh. Meski sudah dikasting, Adelia urung ikutan kerena ada kesibukan lain. "Pertama bertemu, saya sih biasa saja. Cuma kaget, kok dia sudah berani mencela. 'Wah ini anak baru kenal kok sudah berani mencela,'" ingat Duta. Sejak itu keduanya dipisahkan jarak. Komunikasi dilakukan via SMS. Sampai akhirnya, Duta memberanikan diri menelepon Adelia pada 21 Juli 2002. Sejak itu hubungan mereka makin dekat.

Begitu tak disibukkan aktivitas dengan Sheila on 7, Duta langsung ke Jakarta menyambangi rumah Adelia. Di pertengahan 2002 keduanya resmi pacaran. Pada Maret 2003, Duta membicarakan niat seriusnya menikahi Adelia. "Sebelum bilang pada orangtua Adelia, saya justru minta ijin pada kakak-kakaknya. Begitu mereka kasih lampu hijau, baru saya menghadap orangtuanya," kata Duta. Mereka menikah pada 23 Juni 2003 di kediaman Adelia di kawasan Bintaro, Jakarta. ***
Dimuat BINTANG INDONESIA, No.719, TH-XIV, MINGGU KELIMA JANUARI 2005