Sunday, May 28, 2006

Resensi "Heart"

Heart

Mengundang Sedih yang Tak Kunjung Datang

Oleh Ade Irwansyah

Pemuda yang sedang dirundung cinta itu mengetuk pintu rumah gadis yang ditaksirnya. Sang gadis membuka pintu rumah. Terkejutlah ia. Si pemuda datang membawa gabus berbentuk hati. Pemuda itu lalu menyatakan cintanya lengkap dengan embel-embel yang intinya begini: “Kalau kamu terima cinta saya, tolong ambil hati ini. Kalau kamu tolak, patahkan hati ini.”
Eh, apa adegan itu acara Katakan Cinta yang tayang saban Minggu di RCTI? Bukan. Itu salah satu adegan di film Heart (produksi Star Vision). O ya, yang diutarakan sang pemuda bernama Farel (diperankan Irwansyah) itu masih ada lanjutannya: “Kalau kamu tolak, di belakang ada mobil yang siap menabrak saya.” Semula, sang gadis, Luna (Acha Septriasa) ogah menjawab. Tapi Farel memaksa minta jawaban hari itu juga. Duh, makin mirip Katakan Cinta saja.

Luna memberi jawaban. Ia mematahkan gabus hati yang diberi Farel. Adegan berikutnya: Farel benar-benar dikejar mobil hingga lari tunggang langgang. Sorry to say, adegan lari-lari dikejar mobil yang mirip Forrest Gump itu konyol dan out of context.
Selebihnya, film ini utamanya berkisah seputar cinta dan persahabatan antara Farel, Luna, dan Rachel (diperankan Nirina Zubir). Alkisah, Farel dan Rachel bersahabat sejak kecil. Lapangan basket di bawah pohon besar—lengkap dengan rumah pohon di atasnya—jadi saksi persahabatan keduanya.

Persahabatan itu berlangsung hingga Farel dan Rachel beranjak remaja. Farel tumbuh jadi pemuda tampan, sedang Rachel jadi cewek tomboi. Pada suatu hari, hidup Farel berubah kala melihat sosok Luna di luar kios komik langganannya. Luna itu pengarang komik yang berkisah tentang peri kesepian. Farel langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Farel lantas bercerita pada Rachel soal Luna. Ia meminta Rachel membantunya menggaet Luna. Sebagai sahabat, Rachel bersedia membantu.

Nah, yang terjadi kemudian, sampailah pada adegan nembak yang mirip Katakan Cinta itu. Luna punya alasan menolak Farel. Tak tahunya, Luna mengidap penyakit sirosis (kanker hati). Penyakit yang ia idap sudah parah. Hidupnya takkan lama lagi berakhir. Ia tak mau jadi kekasih Farel, tapi kemudian mesti dipisahkan maut. Farel tetap memohon cinta Luna.

Hati Luna luluh juga. Keduanya jadi sepasang kekasih. Hidup Luna yang diliputi kesedihan perlahan berubah ceria. Namun, diam-diam Rachel tak bahagia melihat sahabatnya menemukan tambatan hati. Rupanya, Rachel memendam cinta pada Farel. Di depan Farel ia pura-pura senang. Padahal hatinya teriris sembilu. Di depan Farel, ia mengaku sudah punya pacar. Padahal, ia main basket sendirian. Bukannya berpacaran. Hingga, pada suatu kali, Rachel memakai pakaian feminin. Tujuannya, buat menarik perhatian Farel. Sayang, Farel malah menertawai Rachel.

Sementara itu, penyakit Luna makin parah. Saat berciuman dengan Farel, Luna muntah darah. Luna mesti dilarikan ke rumah sakit. Nah, saat Farel dan Luna berciuman tak sengaja Rachel memergoki. Hati Rachel makin hancur. Ia berlari buat mengubur kesedihan. Di tengah pelarian, Rachel terperosok ke jurang.

Nasib Luna makin kritis. Ia takkan bisa hidup lebih lama kecuali ada orang yang mau mendonorkan hatinya. Di lain pihak, Rachel ternyata juga terluka. Kakinya mesti diamputasi. Ia kehilangan gairah hidup. Yang terjadi kemudian (maaf kalau spoiler ini mesti dibeberkan), Rachel merelakan hatinya buat Luna. Lho, bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Mengapa Rachel tiba-tiba diceritakan mati (tanpa dijelaskan matinya bagaimana)? Inilah hal tak logis yang luput dijelaskan. Penonton cuma diceritakan kalau Rachel ogah makan saat di rumah sakit.

Setiap suapan ibunya atau Farel ditolak. Apa iya hanya gara-gara itu Rachel mati? Apa rumah sakit itu tak menyediakan infus? Lalu, apa ibunda Rachel tak sekalipun bisa memaksa anaknya menyantap makanan? Tak ada jawaban yang tersedia buat pertanyaan-pertanyaan itu.
Namun, demikianlah yang terjadi. Rachel mati. Luna hidup bahagia dengan Farel. Klimaks itu rasanya puncak dari kesedihan yang coba dibangun Heart dengan susah payah. Film ini maunya bikin penontonnya sedih melulu. Tapi, alih-alih terbawa sedih, Anda pasti bakal dibuat bengong, bertanya-tanya: bagian mana ya yang saya mesti menangis? Atau bisa juga mengeluh: Aduh, kok menangis itu begitu susah ya?

Dalam rilisan yang dibagi ke pers, film arahan Hanny R. Saputra, pembesut Virgin (2004) dan Mirror (2005), ini mengklaim menyajikan mood “keagungan cinta yang menggenang.” Maksudnya, tentang cinta yang tertahan lantaran tak bisa diekspresikan lebih bebas (lantaran tak penah dikatakan seperti Rachel, atau yang dirasa percuma karena sebentar lagi dijemput maut macam Luna). Buat menceritakan mood ini, Hanny berhasil pada satu segi: ia menyajikan gambar-gambar indah yang sedap dipandang mata (lanskap yang dipilih sesuai buat tema cerita), serta busana pemain yang mengingatkan penonton pada komik serial cantik dari Jepang macam Candy Candy dan sejenisnya. Musik dari Anto Hoed dan Melly Goeslow juga sudah bersusah payah mengundang penonton sedih (O ya, para pemainnya juga rela jadi penyanyi dadakan biar Anda makin terhanyut pada cerita, lho). Lantas, dengan segala upaya itu, mengapa pula film ini tak kunjung membuat penontonnya menangis?

Jawabnya sederhana saja: cerita yang disuguhkan tak cukup meyakinkan orang bersedih. Kisahnya belum membuat penontonnya terhanyut ikut merasakan kesedihan tokoh-tokohnya. Masih ada jarak antara penonton dengan film. Sayang, memang, sebab setiap unsur film ini sudah berupaya mengundang sedih.***
Dimuat Bintang Indonesia edisi 786, minggu keempat Mei 2006

No comments: