Banyak Film Beredar, Tapi Penonton Seret
Hingga bulan ini tak kurang sudah 10 film nasional beredar tahun ini. Tak semuanya dapat penonton. Film apa yang paling banyak ditonton hingga saat ini?
Oleh Ade Irwansyah
Di bulan Maret yang baru lewat kemarin, insan film tanah air merayakan hajatan besar: hari film nasional. Hari itu jatuh 30 Maret. Pada hari itu, di tahun 1950, Usmar Ismail memulai syuting film berjudul Darah dan Doa (The Long March). Film itu jadi film pertama yang diproduksi seluruhnya oleh anak negeri sendiri. Usmar Ismail jadi sutradara sekaligus penulis skenario. Kru lainnya juga orang Indonesia. Film itu juga dibuat perusahaan milik Usmar, Perfini. Setahun sebelumnya, Usmar memang membuat Tjitra dan Harta Karun, tapi film itu masih banyak dicampuri orang Belanda yang jadi produser dan juru kamera.
Setelah lewat dari 56 tahun, dunia perfilman nasional mengalami pasang surut. Film nasional pernah mengalami booming pada 1970-an hingga kemudian mati suri selama lebih dari 10 tahun pada 1990-an. Baru pada 2000-an film nasional kembali bangkit diawali Jelangkung (1999) dan Petualangan Sherina (2000). Kedua film itu masing-masing memikat sekitar 1,6 juta orang datang ke bioskop. Sejak itu gairah membuat film bioskop kembali bangkit. Satu-persatu film nasional bermunculan di bioskop. Tahun ini bukan hal aneh lagi kalau di satu sineplek bisa nampang sekaligus lebih dari satu judul. Bahkan pernah suatu kali, belum lama dari sekarang, di satu sineplek yang memajang 6 layar, bisa 4 layar di antaranya diisi film Indonesia.
Hal itu dimungkinkan lantaran hampir setiap pekan nongol film Indonesia. Perhatikan saja, sejak 9 Naga rilis Januari kemarin, film-film nasional beredar silih berganti. Setelah 9 Naga muncul Garasi, Realita Cinta dan Rock n Roll, Gue Kapok Jatuh Cinta, Jomblo, Jatuh Cinta Lagi, Ekspedisi Madewa, Rumah Pondok Indah, Ruang, dan terakhir Berbagi Suami.
Belum ada yang tembus 1 juta penonton
Lantas, apa hal itu jadi pertanda kalau kegairahan film nasional sedang meninggi? Bolehlah bilang begitu. Menurut pengamat film Eric Sasono, setelah melihat kesuksesan film-film nasional seperti Ada Apa dengan Cinta? maupun Eiffel I’m in Love, timbul kegairahan membuat film dari sineas tanah air. Namun demikian, hal itu rupanya tak sebanding kegairahan menonton di masyarakat. Rasanya, belum ada film yang meledak sampai ditonton 3 juta orang seperti Eiffel I’m in Love 3 tahun lalu. Terakhir, film yang ditonton 1 juta orang antara lain cuma Virgin (2005) dan Apa Artinya Cinta (2005). Film Virgin yang dibintangi Laudya Chintya Bella ditonton 1,4 juta orang. Sedangkan Apa Artinya Cinta yang kembali mempertemukan Shandy Aulia dan Samuel Rizal (duet ini sebelumnya bertemu di Eiffel I’m in Love) ditonton sedikit lebih banyak dengan jumlah sekitar 1,5 juta orang.
Menurut laporan yang diterima Bintang, sampai saat ini belum ada lagi film nasional yang tembus sampai 1 juta penonton. Angka itu pula rasanya tak pantas lagi jadi patokan sebuah film dikatakan laris—lantaran amat jarang terjadi lagi. “Sekarang dapat 200-300 ribu penonton saja sudah bagus,” ujar wartawan film senior Yan Widjaya pada Bintang, Selasa (28/3) malam. Gejala ini secara terpisah dibilang Eric lantaran, “pasar penonton film Indonesia belum tumbuh benar,” katanya. “Belum ada ledakan penonton seperti pada 2001, 2002, atau 2003.”
Eric juga bilang, penonton Indonesia itu paling susah ditebak apa maunya. Disuguhi film-film dengan tema beragam penonton tanah air tetap ogah-ogahan menonton. “Akhirnya, para produser seperti main tebak-tebakan,” ujar Eric, “Mereka lempar satu film, lalu menebak-nebak kira-kira disukai atau tidak.” Lantas film apa yang paling disukai penonton Indonesia di tahun ini? Berdasar data yang dihimpun Bintang, film horor Rumah Pondok Indah produksi Indika Entertainment, paling banyak menangguk penonton. Angkanya, 550 ribu penonton. Ini tergolong angka fantastis. Sebab, filmnya dibuat seadanya dengan kamera digital. Dana pembuatannya tak sampai 2 miliar rupiah. “Produsernya sangat surprise,” bilang Yan Widjaya, “Dia bilang pada saya, setelah mencapai 300 ribu penonton dia sudah pasrah. Ternyata filmnya malah diputar terus.” Sampai pekan kemarin, Rumah Pondok Indah sudah beredar 6 minggu sejak pertama dirilis akhuir Februaeri kemarin. Di bawah Rumah Pondok Indah ada Jomblo yang sudah ditonton sekitar 400 ribu orang. Di bawahnya lagi ada Realita Cinta dan Rock anfd Roll yang sudah ditonton sekitar 300 ribu orang.
Film siap edar April dan Mei
Selain ketiga film di atas, hampir semua film Indonesia yang beredar sampai Maret kemarin tak banyak ditonton orang. Angka penonton film-film itu rata-rata tak sampai 100 ribu penonton. Jika demikian adanya, bisa jadi kegairahan produser membuat film bisa surut. Sebab, siapa lagi yang mau mengeluarkan uang sampai 7 miliar rupiah untuk membuat film, sementara penontonnya cuma 100 ribu orang? Hitung-hitungannya begini: dengan keuntungan dari tiket rata-rata 7 ribu rupiah, lalu dikali 100 ribu penonton, produser cuma dapat uang tak lebih dari 700 juta rupiah. Jika sudah begitu, menurut Yan Widjaya, hampir pasti uang produser takkan balik selamanya. “Nggak akan pernah sampai BEP (break event point, titik impas),” katanya. Lantas, ada kecenderungan dari produser untuk menekan bujet pembuatan film tak sampai 3 atau 4 miliar rupiah. “Hal itu sudah dilakukan beberapa produser,” bilang Eric. Dengan bujet sejumlah itu, produser bisa sampai titik impas bila filmnya ditonton minimal 300 ribu orang—syukur-syukur bisa sampai 500 ribu orang.
Namun ya itu tadi, penonton film Indonesia susah ditebak apa maunya. Kendati begitu, bila menilik genre 3 film laris saat ini yang disebut di atas, yang disuka penonton tetaplah film-film horor (Rumah Pondok Indah) dan film-film remaja (Jomblo, Realita Cinta dan Rock and Roll). Jika film horor dan remaja masih diminati penonton, rasanya tema-tema itu akan semakin sering dibuat. Sampai akhir tahun nanti, kira-kira akan beredar 30-an judul film. Bulan April ini ada beberapa yang bakal liris—di antaranya Maskot. Namun, ramal Yan Widjaya film-film yang dirilis April ini pun rasanya takkan mampu menjaring banyak penonton. Yang patut ditunggu justru bulan Mei depan. Saat itu film Nirina Zubir dan Irwansyah berjudul Heart bakal beredar. Itu film kisah percintaan yang mendayu-dayu. Selain Heart, ada pula Red Lentern (Lentera Merah) yang disutradarai Hanung Bramantyo dan dibintangi Laudya Chintya Bella serta Ekskul yang disutradarai Nayato Fionuala. Kita lihat saja apa film-film itu mampu bicara banyak.***
Friday, April 14, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment