Nia Pilih Homeschooling, Bukan yang Lain
Homeschooling Pilihan Bersekolah Selebriti Super Sibuk
Oleh Ade Irwansyah
Begini rasanya jadi Nia Ramadhani (16), bintang sinetron nan tenar itu. Saban hari, Nia mesti syuting sinetron. Kemarin-kemarin 3 hari ia habiskan buat syuting Benci Jadi Cinta, 3 hari lainnya buat syuting Hikmah 3. Sementara itu, Nia masih mesti menyisipkan waktu 2 hari (di sore hari) buat syuting Extravaganza ABG. Seringkali syuting bisa baru usai larut malam (atau malah bisa sampai pagi). Namun, sebagai murid SMA Don Bosco, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Nia tetap mesti sekolah di pagi hari. Di sekolah, tentu saja, kondisi Nia tidak fit. Ia belajar Nia maksimal. Sementara itu, ia tak bisa mengikuti banyak kegiatan seperti murid lain. Ia malah sering minta ijin pulang duluan lantaran panggilan syuting—atau malah ijin nggak masuk sekolah.
Walhasil, Nia makin sering minta ijin tak masuk. Ia makin sering ketinggalan pelajaran. Akhirnya, karena sadar tak mungkin mengejar ketinggalan di kelas, Nia memutuskan berhenti sekolah. Namun, Nia tak lantas putus sekolah begitu saja. Beruntung, Nia punya solusi atas masalah itu. Nia memilih sistem pendidikan model baru berwujud homeschooling (sekolah di rumah). “Baru sebulan saya ikut homeschooling,” bilang Nia yang homeschooling di sekolah yang digagas Dewi Hughes.
Nia tak perlu lagi pergi ke sekolah. Ia juga tak perlu lagi bangun pagi-pagi padahal baru kelar syuting lewat dini hari. Atau Nia tak usah merengek minta ulangan susulan karena kemarin mesti syuting. Homeschooling membuatnya tetap bersekolah tanpa mesti meninggalkan syuting.
Nia tak sendirian. Dominique (18), model dan bintang film Berbagi Suami, juga memutuskan homeschooling begitu tak sanggup lagi mengikuti sekolah formal. Kala itu, Domie, sapaannya, tengah duduk di bangku kelas 2 SMA Gonzaga. Sejak duduk di kelas 1, tawaran pemotretan dan jadi model cat walk datang tiap hari. Waktu itu ia sudah lulus dari sekolah modelling John Casablanca. Selepas lulus tawaran jadi model langsung berdatangan. Nah, seringkali jadwal mentas atau pemotretan bertabrakan dengan waktu sekolahnya. “Di akhir kelas 1, jadwal saya makin padat. Tiap hari ada kerjaan. Makin lama absensi makin tak karuan,” cerita Domie saat ditemui Bintang pekan lalu. Belakangan, Domie tak cuma makin jarang kelihatan di kelas. Nilai ulangannya pun makin jeblok. “Yang lain dapat 10, saya 9. yang lain 9, saya 8. Eh, lama-lama kok sampai dapat nilai di bawah 5,” jelasnya.
Domie tak mau nilainya makin turun. Ia ogah pula bila mesti berhenti sekolah. Sementara itu, ia begitu mencintai karier barunya sebagai model. “Saya sadar nggak mungkin dua-duanya (sekolah dan modelling) jalan,” kata Domie. “Tapi saya ingin jadi model profesional sambil tetap punya pendidikan.” Akhirnya, Domie keluar dari sekolah saat masih di kelas 2 SMA. Orangtuanya setuju Domie keluar dari sekolah.
Persoalan berikutnya, mencari sekolah alternatif buat Domie. Ibundanya, Maria Rima Tri Utami lantas pergi ke Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mencari solusi. Di sana, Domie dapat alternastif bersekolah tapa merecoki jadwal kerjanya sebagai model. Dari situ didapatlah satu lembaga bernama Bina Mekanika di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Aslinya, Bina Mekanika berwujud yayasan yang disebut Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Di dalam PKBM ada program Paket A (setara SD), B (setara SMP), dan C (setara SMA). Program ini bertujuan memberi layanan pendidikan sebagai pengganti, penambah, atau perlengkap pendidikan formal. Semula, sasaran awalnya siswa putus sekolah dari kalangan kurang mampu, pengangguran, dan karyawan pabrik. Tapi , belakangan, siswa yang ingin mendapat pendidikan homeschooling datang ke sana.
Nah, Glennovian Armando Marcel (17) salah satunya. Glenno, sapaannya, saat duduk di bangku kelas 2, tahun lalu, mencoba peruntungan ikut kontes Indonesian Idol (II) 3. Berbagai tahapan dari mulai audisi hingga kaantina ia lalui. Glenno lolos hingga babak 28 besar II3. Sebelum menuju tahap itu, Glenno mesti sering-sering ijin dari sekolah. Karena banyak ijin, pelajaran saya banyak ketinggalan dan berantakan banget,” buka Glenno. Karena ijin sudah menumpuk Glenno dapat peringatan. “Sekolah nggak mau memberi toleransi atas kesibukan saya waktu itu,” sesalnya. Akhirnya Glenno cari solusi alternatif. Homeschooling jadi pilihannya. Tempatnya, Bina Mekanika sama seperti Dominique.
Lantas, bagaimana Nia, Domie dan Glenno bersekolah model homeschooling? Ketiganya cukup sekolah di rumah. Guru, atau sebutannya tutor cukup datang untuk mengajar beberapa kali dalam sepekan. Domie yang mengambil jurusan IPS dapat 6 mata pelajaran meliputi PPKn, bahasa Inggris, sosiologi, tatanegara, bahasa Indonesia, dan ekonomi. “Saya belajar 5 kali 3 jam seminggu,” bilang Domie. Tutor datang ke rumah Domie. Ia belajar dari buku pelajaran berbentuk modul. Glenno pun setali tiga uang. Tutor khusus datang ke apartemennya untuk mengajar. “Saya belajar dengan tutor dan waktunya menyesuaikan dengan waktu saya,” ujar Glenno.
Nia lain lagi. Ia tak cuma belajar di rumah, tapi juga via internet. “Saya bisa belajar dimana saja lewat internet. Tinggal buka laptop, di situ sudah ada programnya,” bilangnya . “Ada tes-tesnya juga. Kalau kita bingung cari jawabannya tinggal buka situs lain.” Di home school tempatnya belajar, Nia tak cuma belajar mata pelajaran pokok seperti sekolah formal. Nia dapat pelajaran tambahan sesuai minat dan cita-citanya di masa depan. “Saya disarankan mengambil jurusan trading, karena mereka juga punya channel sendiri. Ya sudah saya ambil itu. Lalu, tambahannya saya ambil bisnis fashion. Kebetulan cita-cita saya ‘kan bikin butik,” terang Nia.
Tambahan pula, Nia tak perlu takut sekolahnya bentrok dengan jadwal syuting. “Mereka malah tanya saya seminggu bisa berapa kali (ketemu guru). Nanti gurunya juga bisa datang ke lokasi syuting,” jelas Nia. Diberi kebebasan begitu, malah membuat Nia makin bertanggungjawab. “Saya jadi pengin gurunya datang terus.”
Pendidikan model homeschooling rupanya juga menarik minat juara 1 II3 Dirly dan runner-up II3 Ihsan. “Saya akan ikut homeschooling secepatnya. Saya nggak mau kelamaan nggak belajar,” kata Ihsan. “Saya sudah bertekad menyelesaikan sekolah. Saya nggak mau berhenti sekolah, meski sibuknya bukan main,” timpal Dirly. “Pokoknya yang penting sekolah harus lulus. Cita-cita saya mau melanjutkan kuliah.”
Domie sudah lulus homeschooling akhir tahun ajaran kemarin. Nilainya memuaskan. Kini ia sudah mengantongi ijazah setara SMA yang bisa dipakai ke perguruan tinggi. Domie malah berniat melanjutkan kuliah lewat program homeschooling lagi. “Sekarang saya lagi cari-cari mana kampus yang cocok,” jelasnya. Kekasih Jonathan Frizzy ini sedang bingung pilih kampus di Australia atau Singapura. Ya, dengan kuliah model homeschooling Domie tak perlu tinggal ke luar negeri, tapi dapat ijasah dari sana. Dan ia tetap bisa menekuni kariernya sebagai model dan bintang film. *** Dibantu laporan Hari Murtono, Bismar Yogara, Indra Kurniawan
Pendidikan Alternatif Bernama Homeschooling
Mengapa Homeschooling bisa jadi alternatif bersekolah saat ini?
Oleh Ade Irwansyah
Kesibukan Dewi Hughes dan pasangannya, Roy Emmanuel makin bertambah. Sudah beberapa bulan belakangan pasangan ini menggagas lembaga pendidikan berwujud homeschooling. “Kami namai Hughes-schooling,” kata Hughes didampingi Roy, Rabu (11/10) siang lalu. Sekolah yang digagas Hughes itu lahir sebagai bentuk kepedulian Hughes pada dunia pendidikan. “Saya sering ketemu cari karyawan (lewat Dewi Hughes International Foundation, yayasan yang dikelolanya, Hughes sering menerima calon karyawan), tapi sulit sekali cari lulusan S-1 tapi berkomepetensi untuk bekerja. Yang ada dia bengong saja tak tahu mau kerja apa, apalagi yang tamatan SMA,” kata Hughes. Lalu, katanya, saat bertanya pada anak sekolah rata-rata tak tahu cita-citanya mau jadi apa.
Kondisi di atas membuat Hughes miris dan merasa “perlu ada perubahan sistem dan materi pendidikan,” kata Hughes. Kemudian, Hughes berinisiatif membuat sistem sendiri model homeschooling (bersekolah di rumah). Homeschooling model Hughes berbasis Internet. “Setiap anak bisa bersekolah tanpa batas waktu, ruang, atau formalitas mesti berseragam. Tapi, eksplorasi ayang didapat anak untuk masuk dunia kerja sangat besar,” bilangnya.
Baginya, membangun sekolah beserta wujudnya berbentuk bangunan sudah tak jaman. “Itu old-fashioned (kuno),” kata Hughes. Ia berujar, ketika bangunan sekolah runtuh (entah karena bencana alam atau lainnya), jarak sekolah terlalu jauh, atau kesibukan dari si murid, bukan berarti pendidikan lantas dikesampingkan. Sementara itu, timpal Roy, kehadiran seorang murid di sekolah yang berbentuk fisik tak menjamin sang siswa mencerap isi pelajaran. “Percuma masuk kelas dari pagi sampai siang tapi nggak ada peljaran yang masuk,” kata Roy. “Mending cukup belajar 3 jam sehari tapi efektif.”
Homeschooling sejatinya sudah berlangsung sejak lama. Aslinya, sistem pendidikan model ini sudah dikenal sejak dulu di AS dan negara-negara Eropa. Menurut praktisi pendidikan Arief Rachman, homeschooling lahir atas kondisi banyak keluarga yang tinggal jauh dari sekolah. “Keluarga-keluarga itu lantas berinisiatif melakukan sistem pendidikan sendiri di rumah, makanya dinamai home school,” jelasnya.
Belakangan homeschooling malah dilembagakan. Maksudnya, ada lembaga yang mengadakan sistem pendidikan model homeschooling—murid tak perlu lagi datang ke sekolah, justru guru (sebutannya tutor) yang berkunjung ke rumah. Lembaga penyelenggara homeschooling lantas merambah ke Indonesia. Morning Star Academy jadi penyelenggara homeschooling dari AS. Lembaga yang berkantor di Gedung Setiabudi, Kuningan, Jakarta ini mengacu pada kurikulum Franklin Classical School, yang lebih mengedepankan peran orang tua. Lembaga yang berdiri 2002 ini punya 400 murid. Lalu lembaga lokal juga mulai menyelenggarakan homeschooling. Yayasan Bina Mekanika salah satunya. Yayasan pendidikan di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan ini bagian dari program pemerintah yang disebut Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Badan model ini jumlahnya sudah ratusan di Indonesia. Di Jakarta Selatan saja, jumlahnya sudah belasan.
Bina Mekanika jadi tempat homeschooling pilihan model dan bintang film Berbagi Suami Dominique serta kontestan 20 besar II3 Glennovian Armando Marcel. Menurut Ignatius Doni R. Moningka, kepala sekolah Bina Mekanika, yayasan pendidikan yang dikelolanya sudah memulai program kejar Paket A, B, dan C sejak 1997 (yayasan ini berdiri 1991). “Tapi baru 3 tahun terakhir kami buat program homeschooling,” terang Ignatius. Ia menuturkan, homeschooling tak lebih dari program kejar Paket A, B, dan C, yang gurunya mendatangi muridnya (sebutannya warga belajar) di rumah.
Pendidikan model begini rupanya makin diminati. Apalagi, bagi anak usia sekolah yang punya kesibukan di luar sekolah seperti syuting sinetron, foto model, atau atlet. Selain itu, homeschooling juga jadi alternatif bagi orang tua yang tak lagi berkenan pada pendidikan formal. “Keunggulan homeschooling, pendidikan lebih terarah, lebih fokus,” ujar Seto Mulyadi, psikolog anak, suatu kali pada Bintang. “Di homeschooling guru bisa lebih memperhatikan tingkat kemampuan anak-anak. “Kurikilumnya ikut pemerintah, tapi bisa disesuaikan dg kondisi anak,” tambahnya. “Dari segi waktu, juga lebih bisa menyesuaikan dengan kesibukan anak murid.” Dari empat anak Seto, tiga di antaranya memutuskan homeschooling ketimbang belajar di sekolah formal.
Homeschooling yang digagas Hughes dan Roy menambah muatan materi yang diberikan sesuai minat dan bakat anak. Kegiatan belajar pun berlangsung tak cuma tatap muka dengan tutor, tapi juga lewat internet. Maka, bagi Nia Ramadhani, seorang murid homeschooling pada Hughes bisa belajar tiap saat lewat saluran internet. Di homeschooling Hughes, murid tak cuma dapat pelajaran dari modul-modul yang diberi guru. “Murid bisa praktek langsung,” katanya. “Jika ingin jadi desainer, kami ikutsertakan belajar langsung desainer. Bila ingin jadi wartawan, kami bisa minta ia ikuti kerja wartawan sungguhan. Bukan cuma teori, tapi langsung praktek.” Hughes bilang, homeschooling yang digagasnya akan di-launching Januari tahun depan. “Sekarang sedang kami lakukan pilot project. Sekarang kami sudah punya 11 murid.”
Urusan praktek langsung ini juga berlaku pada mata pelajaran yang disebutnya kurikulum dasar. “Kalau ingin dapat pelajaran kewarganegaraan atau tatanegara kami suruh murid ikut ke LSM, dia bisa berperan aktif, tahu apa saja hak dan kewajiban warga negara,” terang Hughes. “Dan hal itu lebih kena ke dirinya, ketimbang cuma belajar teorinya saja.” Namun demikian, praktek langsung tak lantas menghilangkan peran kurikulum yang ditentukan dari Depdiknas sama sekali. Bila sudah tiba saatnya ujian nasional, homeschooling Hughes bakal menyertakan muridnya ikut ujian kesetaraan entah Paket A, B, atau C.
Namun demikian, bersekolah di rumah tentu berbeda dengan sekolah biasa. Hal ini dirasakan betul Glenno. Sebelum memuuskan homeschooling katrena sibuk ikut II3, Glenno sempat mengecap kelas 1 di sebuah SMA di Jakarta. Bangku kelas dua ia habiskan di homeschooling. Setelah gagal melaju ke terus di ajang II3 (Glenno gugur di babak 20 besar), Glenno ke Makassar, tinggal bersama ibunya di sana. “Bagaimana pun kan homeschooling ini paket C, kualitas dan atmosfer belajarnya jauh beda dari sekolah biasa,” bilang Glenno. “Kalau di sekolah biasa kita bertemu banyak teman dan ikut banyak kegiatan, jadi hasilnya berbeda banget. Apalagi untuk anak yang suka bersosialisasi dan mengikuti kegiatan OSIS seperti saya.” Domie dan Nia juga sadar akan hal itu. Secara tepisah keduanya sepakat homeschooling menuntut mereka lebih bertanggungjawab dalam belajar. Baik Nia dan Domie malah tak bermalas-malasan. “Saya malah dituntut lebih disiplin,” ujar Domie.
Lantas, berapa biaya yang harus dibayarkan untuk homeschooling? Sekadar menyebut contoh, ibunda Dominique, Maria Rima Tri Utami membayar antara 400-500 ribu rupiah sebulan pada sekolah anaknya. Angka ini dibenarkan Iganatius dari Bina Mekanika. “Itu untuk mengganti biaya transport pengajar,” kata Ignatius. Saat mendaftar, Bina Mekanika mengutip biaya sekitar 200 ribu rupiah. Dan saat ujian tiba, murid dikutip biaya sekitar 100 ribu rupiah. Nah, tinggal Anda memutuskan mau memilih homeschooling atau sekolah formal biasa. ***
Dimuat BINTANG INDONESIA edisi 808
Sunday, July 29, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment