Mr. Bean
Tetap Disuka Walau Diputar Berkali-kali
Oleh Ade Irwansyah
“Ecce homo qui est faba (Lihatlah pria yang namanya berarti kacang—bean)”
—dari koor pembuka serial Mr. Bean—
Kita ingat betul bagaimana jalan ceritanya. Ya, sekali waktu ia datang ke tempat ujian matematika. Namun, ia belum belajar soal-soal kalkulus. Lantas, dia berusaha keras menyontek pada orang di sebelahnya. Kali lain, ia terkantuk-kantuk pada sebuah misa di gereja. Kali lain lagi, ia yang tadinya sok berani naik ke papan loncat paling tinggi di sebuah kolam renang, ternyata takut setengah mati begitu sampai atas.
Ya, Anda tahu kami sedang membicarakan siapa: Mr. Bean.
Dialah pria yang tak jelas asal-usulnya. Di pembuka cerita, kita cuma diberi lihat kalau sosok Bean tiba-tiba muncul di tengah jalan dari sorotan lampu—seolah mengesankan ia makhluk luar angkasa. Kita tak pernah tahu persis nama depannya, ataupun pekerjaannya. Tapi, kita hapal betul “seragamnya”: jas kecoklatan dan dasi merah tipis. Bean tinggal sendirian di sebuah apartemen di Highburry, London Utara, Inggris. Teman sekamarnya hanya sebuah boneka beruang kesayangan yang dinamainya Teddy. Bean punya sebuah mobil mini jenis MK III Austin Mini 1000 keluaran 1977 warna kuning. Meski tingkahnya aneh, Bean punya pacar, Irma Gobb, wanita berkacamata yang tak cantik-cantik amat.
Bean sosok yang punya banyak karakter. Kadang ia tampak sebagai pria sok tahu. Atau Bean bisa sok berani, tapi ternyata amat penakut (ingat adegan di kolam renang atau saat menonton film horor bareng pacarnya). Beberapa kali Bean muncul sebagai pria pelit, jorok (menaruh roti di kaus kaki), atau menyebalkan. Kendati begitu, Bean jelas pria yang membuat kita terpingkal-pingkal. Mimiknya saja mengundang senyum. Tingkahnya membuat terbahak tak habis-habis.
Tayang lagi di Trans TV
Dan situlah istimewanya Mr. Bean (diperankan dengan jenius oleh Rowan Atkinson). Serial teve ini tetap lucu meski penonton sini sudah melihatnya berkali-kali. Ya, entah sudah berapa kali Mr. Bean ditayang ulang. Satu kali Mr. Bean muncul di teve A, kali lain muncul di teve B. Buat penonton sini, Mr. Bean pertama tayang di RCTI pada 1992. Sejak itu, MR. Bean ditayang ulang berkali-kali. Terakhir, selama Ramadhan dan Lebaran kemarin Mr. Bean kembali tayang di Trans TV.
Tak ada episode baru pada seri Mr. Bean di Trans TV tempo hari. Namun, istimewanya, rating dan share Mr. Bean tetap bagus. Menurut Aris Ananda, planning & scheduling department head Trans TV, dalam e-mail-nya pada Bintang, selama Ramadhan rating Mr. Bean berkisar 5-5,8 dengan share 15 persen. Itu bukan angka sembarangan. Oke, rating dan sharenya masih kalah dibanding sinetron Taqwa atau Putri yang Terbuang dan sejenisnya. Tapi, buat ukuran acara yang sudah berkali-kali diputar ulang poin yang diraih Mr. Bean tidak kecil. Apalagi, di Trans TV sendiri, Mr. Bean sempat 2 kali jadi tayangan paling banyak ditonton. Serial ini mengalahkan Extravaganza atau Ceriwis. Hal ini menandakan seri itu masih banyak ditonton orang—rata-rata 15 persen pemirsa teve menonton Mr. Bean saat jam tayangnya.
Lantas, kenapa hal itu bisa terjadi? Sebelum menjawabnya mari kenali dulu serial ini. Mr. Bean pertama tayang di Inggris pada 1 Januari 1990 dan berakhir pada 31 Oktober 1995. Meski merentang selama 5 tahun seri ini hanya berjumlah 14 episode. Tayangan perdana (berjudul Mr. Bean saja) pada Januari 1990 baru berlanjut ke episode berikutnya 11 bulan kemudian, tepatnya 5 November (The Return of Mr. Bean). Episode 3 (The Curse of Mr. Bean) tayang tak sampai sebulan kemudian. Namun, episode 4 (Mr. Bean Goes to Town) baru tayang tahun berikutnya, 15 Oktober 1991. Begitu terus hingga jumlahnya genap 14 episode.
Populer dan banyak meraih penghargaan
Tayang secara acak begitu malah membuat Mr. Bean tambah populer. Kehadirannya jadi makin ditunggu setiap orang Inggris. Episode 5, The Trouble With Mr. Bean, pada 1992 ditonton tak kurang 18,74 juta pasang mata di Inggris. Selain itu, kepopuleran Mr. Bean juga mendunia. Indonesia jadi salah satu dari 200 negara yang memutarnya—angkanya lebih besar dari jumlah anggota PBB (192 negara) atau Gerakan Non Blok (118 negara).
Nggak cuma ditonton banyak orang, Mr. Bean juga mengoleksi banyak penghargaan. Episode pertamanya memenangkan penghargaan bergengsi piala Golden Rose dan 2 gelar lain di ajang Rose d'Or Light Entertainment Festival di Montreux, Swiss pada 1991. Di Inggris, episode The Curse of Mr. Bean dinominasikan di ajang BAFTA Awards 1991 buat kategori Best Light Entertainment Programme dan Best Comedy (programme or series). Sedang Rowan sendiri dinominasikan buat Best Light Entertainment Performance pada 1991, 1992, dan 1994.
Kendati sukses, serial Mr. Bean tak dibuat banyak. Serial ini malah alih rupa jadi film kartun pada 2002—sempat tayang di SCTV. Tujuannya, buat menggaet penonton lebih banyak. Sosok Bean yang hidup (bukan kartun) justru berkembang jadi film layar lebar lewat Bean: The Ultimate Disaster Movie (1997). Kendati dikritik tak sebagus seri tevenya, versi filmnya tetap mendatangkan untung 230 juta dollar dari seluruh dunia, dengan bujet kira-kira 22 juta dollar.
Mengapa Mr. Bean disukai (lagi)
Segala data di atas menunjukkan seri Mr. Bean disukai. Fenomena tayang ulang tak cuma terjadi di sini. Di Inggris saja, catat situs Wikipedia, seri ini masih diputar ulang di stasiun teve kabel Nickelodeon dan Paramount Comedy 2. Khusus di Indonesia, seri Mr. Bean tempo hari tayang di saat yang tepat. Trans TV jeli menaruhnya di jam 9 malam, saat orang baru pulang shalat Tarawih. “(Itu) untuk menyiasati perubahan kebiasaan pemirsa di Bulan Ramadhan,” catat Aris dalam e-mail-nya pada Bintang. “Mr. Bean diharapkan jadi tayangan keluarga ketika seluruh anggota keluarga selesai dengan kegiatan ibadahnya.”
Tapi, apa iya Mr. Bean benar-benar banyak yang suka? Sebenarnya, Mr. Bean sosok yang kompleks. Banyak orang terbelah saat melihat seri ini. Ada yang menilainya sebagai salah satu tontonan paling lucu yang pernah ada. Namun, ada juga yang tak suka dan menganggapnya sama sekali tak lucu. Well, humor memang sesuatu yang bersifat individual. Setiap orang punya ukuran masing-masing soal apa yang membuatnya tergelak.
Nah, Mr. Bean menawarkan kelucuannya sendiri. Seri ini minim dialog. Artinya, Mr. Bean tak mengajak kita tertawa lewat telinga. Tapi lewat mata. Mr. Bean tak berisi dialog-dialog lucu macam sitkom Friends. Kita tertawa karena melihat tingkahnya. Kelucuan dari gerak juga membuatnya layak ditonton segala usia. Termasuk anak berumur 8 tahun, Jihan Nur Aisyah yang tinggal di Tangerang, Banten. Jihan, sapaannya, penggemar Mr. Bean. “Saya suka, soalnya lucu,” katanya. Kendati Jihan menyimpan beberapa keping VCD Mr. Bean, dan sudah menonton serinya waktu tayang dulu, ia merasa masih perlu menontonnya lagi. “Dia masih ketawa-ketawa saja setiap menonton,” timpal ibunya, Rosmawati.
Sayang, Ramadhan sudah berakhir. Mr. Bean sudah berhenti tayang di Trans TV. Untuk sementara kita ucapkan “Vale homo qui est faba—Sampai jumpa, pria yang namanya berarti kacang (bean).” ***bahan dihimpun dari berbagai sumber.
Rowan Atkinson
Siap Jadi Mr.Bean Lagi Tahun Depan
Pada 2001 lalu, ia dan sekeluarga mungkin sudah tamat riwayatnya. Dalam satu kesempatan naik pesawat pribadi bermesin ganda jenis Cessna, dari Mombassa ke Nairobi di Afrika, sang pilot mendadak pingsan. Beruntung sang kepala keluarga, Rowan Atkinson, cepat tahu. Dengan cekatan, Rowan masuk kokpit, mengendalikan kemudi biar seimbang, lalu menampar pilot agar bangun dari pingsan. Rowan sekeluarga—istrinya Sunetra Sastry dan dua anaknya, Benjamin dan Lily—selamat sampai Nairobi.
Beruntung sekali kita tak jadi kehilangan si kocak Rowan Atkinson lima tahun lalu. Pria 51 tahun ini masih sehat walafiat hingga kini. Memang, ia jarang diberitakan. Soalnya, Rowan konon tak tahan disorot kamera dan jadi bahan gosip. Rowan hidup bersahaja di sebuah pedasaan di daerah Oxford, Inggris. Kendati begitu, ia kaya raya. Rowan sudah menghasilkan 60 juta poundsterling (setara 1 triliun rupiah). Sosoknya juga dipuja orang sejagad. Semua itu berkat tokoh Mr. Bean yang ia perankan.
Sosok Bean lahir setelah Rowan menghasilkan serial komedi yang mengandalkan kelucuan dari kata-kata, Blackadder (tayang 1980-an). Kendati baru terwujud di awal 1990-an, lawakan yang berpatokan pada gerak sudah diakrabi Rowan saat masih jadi mahasiswa pasca-sarjana teknik mesin Universitas Oxford. Ia kerap tampil di panggung mengundang tawa dengan gerakan-gerakan lucunya. Pada 1980-an, bareng penulis naskah Richard Curtis, Rowan mulai menggagas sosok Mr. Bean. Sosok Bean seolah bentuk modern komedi gerak yang dulu diusung Charlie Chaplin, Buster Keaton, atau versi lain dari komedi Prancis, Mr. Hulot's Holiday di tahun 1950-an.
Rowan sebenarnya tak cuma jadi Mr. Bean. Ia sudah berakting di lebih dari 40 film dan serial teve sejak 1979. Anda mungkin ingat ia jadi agen rahasia bloon di Johnny English (2003). Tapi, selain itu pria yang hobi kebut-kebutan ini juga ikutan main Never Say, Never Again (1983), Four Weddings and a Funeral (1994), mengisi suara Zazu di The Lion King (1994), Rat Race (2001), hingga Scooby Doo (2002).
Kini, Rowan tengah menyiapkan film layar lebar kedua Mr. Bean berjuduli Mr. Bean Holiday's. Film ini rencananya tayang tahun depan. Kalau film pertamanya (rilis 1997) Mr. Bean ke Amerika, kali ini ia berlibur ke salah satu negara Eropa. “Ia pergi ke negara yang bahasanya tak ia mengeti,” buka Rowan. “Hal itu bakal mengundang kelucuan dan bagus buat tetap setia pada konsep awal yang minim kata-kata.” Kita lihat saja apa filmnya nanti bakal lebih membuat kita terpingkal lagi.*** bahan dihimpun dari berbagai sumber.
Tuesday, August 14, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment