Tuesday, January 23, 2007

Resensi Bintang edisi 818 "Pocong 2"

Pocong 2

Film Horor Rasa Rudi Soedjarwo

Oleh Ade Irwansyah

Tahukah
Anda kalau film legendaris Star Wars garapan George Lucas justru dimulai dari Episode: 4, A New hope (rilis 1977)? Tak ada alasan persis mengapa Lucas menyuguhi gaya penceritaan seperti itu. Tapi, orang-orang juga tak peduli. Filmnya tetap laris. Mereka tak bertanya-tanya kemana Episode I, II, dan III—tentu, belakangan kita tahu Lucas membuat prekuelnya mulai 1999. Nah, yang ini situasinya beda. Pembuat filmnya tak pernah berniat merilis film kedua duluan. Tapi apa daya film pertamanya, Pocong 1 (Dendam Pocong) dilarang edar pemerintah. Film itu dianggap mengumbar kekerasan brutal oleh Lembaga Sensor Film (LSF).

Lalu sekonyong-konyong hadirlah film lanjutannya, Pocong 2. Kendati mengklaim filmnya bisa dinikmati tanpa perlu menonton film pertama dulu, tetap saja hakikat film ini sekuel, cerita lanjutan. Akan lebih nikmat rasanya bila menonton kisah sebelumnya dulu, lalu melahap film kedua. Sebab, kita seakan disuruh meraba-raba kisah pertamanya seperti apa. Kalau pun tahu sekelumit, hanya dari media yang memberi sedikit sinopsisnya (o ya, tak ada media yang sudah menonton Pocong pertama. Keterangan isi cerita hanya bersumber dari pembuat film atau LSF).

Maka, tontonlah film ini seolah Anda sudah menonton film pertama. Sebagai pengantar, ada adegan dari film pertama (?) saat seorang pria penuh dendam memperkosa seorang perempuan di sebuah kebun kosong. Ia dikubur hidup-hidup setelah dibungkus jadi pocong. Lalu ada pria lain memergoki. Keduanya lantas berkelahi. Cerita lantas meloncat ke masa 4 tahun kemudian. Tersebutlah Maya (Revalina), seorang asisten dosen filsafat yang sedang mencari tempat kos. Ia tinggal bareng adiknya, Andien (Risty Tagor) setelah kedua orangtuanya meninggal setahun sebelumnya. Maya bertunangan dengan Adam (Ringgo Agus Rahman).

Sebuah iklan baris di koran menggiring Maya menemukan sebuah apartemen murah. Syahdan, Maya dan Andien tinggal di sana. Dari situ, mulailah teror mendera. Andien diganggu pocong hingga ketakutan setengah mati. Maya lantas mencari solusi. Atas saran 2 mahasiswa yang jadi muridnya, ia mendatangi seorang dukun (Otig Pakis). Oleh dukun itu mata batin Maya dibuka. Ia bisa melihat hantu yang tak bisa dilihat dengan kasat mata.

Hm, kok mirip film horor The Eye, ya? Okelah, tak bisa dipungkiri horor nasional era sekarang amat terpengaruh film-film horor Asia buatan Jepang, Thailand, atau Hong Kong macam The Eye dan kawan-kawannya. Sutradara sekaliber Rudi Soedjarwo (peraih Citra buat Ada Apa dengan Cinta? dan sudah membuat Mengejar Matahari, Tentang Dia, 9 Naga hingga Mendadak Dangdut) tak bisa menghindari gaya penceritaan yang sudah diulang entah berapa film horor buatan sineas sini. Maka, horor suguhan Rudi ya seperti film horor lainnya. Musiknya menghentak, gambarnya mengundang orang untuk dibuat kaget. Jadi tipikal, tak istimewa lagi. Padahal, dengan nama besar seorang Rudi mestinya ia membuat sebuah terobosan yang beda dengan pembuat film horor kebanyakan.

Tapi sudahlah, Rudi toh mencoba memberi sesuatu yang lain. Dari kisah filmnya kita lantas digiring pada kenyataan yang terjadi 4 tahun sebelumnya. Saat sebuah keluarga dibantai, dperkosa, rumahnya dibakar. Hanya seorang anak lelaki (Dwi Sasono) dibiarkan hidup. Ia lantas membalas dendam habis-habisan. Ini cerita Pocong 1 yang diringkas Rudi lewat dialog seorang tokohnya. Oke, penonton sudah dapat penjelasan film pertamanya seperti apa. Rudi seolah ingin menebus kesalahan agar penonton tak dibuat bingung.

Rudi dan penulis skenario Monty Tiwa (juga menulis Pocong 1) lantas menjelaskan lagi mengapa Maya dan adiknya diteror hantu gentayangan. Ternyata, itu semua bermula dari keteledoran Maya terlambat menjemput adiknya sepulang sekolah. Hm, tidakkah terlalu konyol untuk jadi sebuah premis yang membuat bencana tersaji di sepanjang film? Kami bilang iya. Tapi, terus terang suguhan horor Rudi pada beberapa bagian lumayan membuat merinding. ***

No comments:

Post a Comment