Monday, August 27, 2007

Anak Band & Groupies Part IV

Pada Anak Band Hati Mereka Terpaut

Bukan cuma groupies yang terpikat anak band. Pun demikian dengan sejumlah selebriti-selebriti nan cantik.

SELEPAS lulus SMA, Alexandra Gottardo (20) yang besar di Malang, Jawa Timur berencana kuliah di Jakarta. Kurang dari 5 bulan tinggal di Jakarta, ia dikenalkan pada manajer artis oleh sepupunya. Wajah cantik dan postur tubuhnya yang tinggi membuatnya ditawari main sinetron. Xandra, panggilannya, menyambut tawaran itu dengan antusias. Ia berkesempatan lagi memraktekkan kemampuan akting kala masih aktif berteater di Malang. Sayangnya, bakat teater Xandra belum terpakai maksimal. Sebagai pendatang baru ia cuma dapat peran kecil di sinetron Yoyo. Logat Jawanya yang medok juga dikritik sutradara lantaran terlihat kaku. Xandra tak putus asa. Lambat laun ia memperbaiki diri. Hasilnya, ia kembali dipercaya ikut berakting di Cinta Makin Gila. Di sinetron itu lagi-lagi Xandra dapat peran kecil. Namanya belum tenar.

Hingga, pada Mei tahun lalu, Xandra menghadiri sebuah acara di Bali. Di tempat itu hadir pula grup band Dewa. Xandra lantas berkenalan dengan penggebuk drum Dewa Tyo Nugros via temannya. "Waktu kenalan saya lihat dia nggak sombong," kata Xandra mengenang kesan pertamanya bertemu Tyo. Perkenalan di Bali berlanjut jadi saling menelepon. Hubungan Xandra dan Tyo semakin dekat.

Kala itu, siapapun tahu Tyo kekasih penyanyi Audy. Kedekatan Xandra dengan Tyo lantas menjadi santapan gosip media hiburan. Apalagi setelah ketahuan kalau Tyo dan Audy putus cinta. Wajah Xandra muncul di setiap tayangan infotainment. Orang pun mulai mengenalnya. Tawaran main sinetron makin berdatangan. Di sinetron komedi Sial-sial Mujur (Trans TV), Xandra jadi pemeran utama bareng Akri dan Parto. "Tidak benar saya jadi orang ketiga Tyo dan Audy. Toh saya kenal Tyo setelah putus dengan Audy," sangkal pemilik nama lengkap Alexandra Ria Farista Gottardo.

Sangkalan Xandra boleh jadi benar. Tyo dan Audy sudah putus beberapa bulan sebelum mereka berkenalan. Yang tak dapat disangkal, nama Xandra makin dikenal orang setelah berpacaran dengan Tyo. "Saya sudah duga, pasti orang akan bilang seperti itu. Yang pasti kedekatan saya dengan Tyo bukan karena ingin mendompleng popularitas," bantah penyuka warna coklat ini. Xandra tentu tulus mencintai Tyo. "Sejujurnya saya menyukai Tyo," kata Xandra. Tyo pun demikian. "Saya menilai dia sangat dewasa," puji Tyo buat Xandra.

Kisah cinta Xandra dan Tyo jadi satu contoh hubungan asmara anak band dengan selebritis -- entah itu sesama penyanyi, pesinetron atau model. Contoh lain masih banyak. Yang mutakhir tentu kedekatan Ariel, vokalis Peterpan dengan pesinetron anyar Luna Maya. Di berbagai kesempatan Luna membantah kedekatannya dengan Ariel ditafsirkan sebagai hubungan kasih.
Contoh lain, Rossa (26), pelantun Tegar berpacaran dengan penabuh drum Padi, Yoyo (27).

Kisah cinta mereka diawali kedatangan Rossa ke markas Padi di Lebak Bulus, Jakarta sekitar September 2001. Waktu itu Rossa datang sambil membawa CD (Compact Disc) album Padi Sesuatu yang Tertunda untuk ditandatangani personil Padi. Rencananya, CD itu akan Rossa berikan buat sahabatnya di Bandung. Setelah ditandangani, Yoyo menawarkan diri menyerahkan CD itu begitu manggung di Bandung. Rossa senang bukan main. Sejak perkenalan itu hubungan mereka makin dekat. "Dari situ jadi sering telepon dan kirim SMS," ungkap Rossa. Saking dekatnya, mereka sudah seperti sepasang kekasih. Padahal Yoyo belum pernah mengutarakan cinta.

Rossa lantas menanyakan kejelasan hubungan mereka. "Waktu itu saya hanya jawab begini, pacaran juga nggak apa-apa," buka Yoyo. Kalimat itu jadi petanda Rossa dan Yoyo jadian. Soal tanggal persisnya, mereka lupa. "Saya pernah usul tanggal 9 Oktober sebagai hari jadian kami. Bertepatan dengan ulang tahunnya. Jadi kalau perayaan, yang nraktir dia terus, hahaha," canda Yoyo. Ia dan Rossa boleh lupa tanggal jadian. Namun, tanggal 18 Maret tahun lalu takkan pernah mereka lupakan. Di hari itu, keduanya mengucap janji pernikahan di Masjid Agung Sumedang, Jawa Barat.

Presenter Sophie Navita boleh jadi contoh lain selebriti yang menikah dengan anak band. Sophie menikah dengan gitaris Jikustik, Stefanus Pongki Tri Barata (27) alias Pongki pada 23 Maret 2003 lalu. Pasangan ini bertemu beberapa tahun silam saat Pongki bersama personel Jikustik lain sedang mengikuti pemotretan album perdana. "Saya sedang ditugasi mewawancarai Jikustik untuk sebuah acara yang akan ditayangkan TVRI. Kesan pertama saya, Pongki yang paling menarik. Tapi hanya sebatas itu. Lagipula saya datang bareng pacar," kenang Sophie yang pernah berakting di sinetron Cerita Cinta.

Model dan pesinetron Adelia Lontoh (21) juga memilih anak band sebagai tambatan hati. Hati Adelia berlabuh pada vokalis Sheila on 7, Akhdiyat Duta Modjo atau Duta. Pertemuan Duta dengan Adelia terjadi di tempat kasting pembuatan video klip Seberapa Pantas. Tadinya, ada 3 bersaudara Lontoh yang bakal jadi model video kilpnya: Ananda Novi Lontoh, Adelia Lontoh, dan Ria Lontoh. Meski sudah dikasting, Adelia urung ikutan kerena ada kesibukan lain. "Pertama bertemu, saya sih biasa saja. Cuma kaget, kok dia sudah berani mencela. 'Wah ini anak baru kenal kok sudah berani mencela,'" ingat Duta. Sejak itu keduanya dipisahkan jarak. Komunikasi dilakukan via SMS. Sampai akhirnya, Duta memberanikan diri menelepon Adelia pada 21 Juli 2002. Sejak itu hubungan mereka makin dekat.

Begitu tak disibukkan aktivitas dengan Sheila on 7, Duta langsung ke Jakarta menyambangi rumah Adelia. Di pertengahan 2002 keduanya resmi pacaran. Pada Maret 2003, Duta membicarakan niat seriusnya menikahi Adelia. "Sebelum bilang pada orangtua Adelia, saya justru minta ijin pada kakak-kakaknya. Begitu mereka kasih lampu hijau, baru saya menghadap orangtuanya," kata Duta. Mereka menikah pada 23 Juni 2003 di kediaman Adelia di kawasan Bintaro, Jakarta. ***
Dimuat BINTANG INDONESIA, No.719, TH-XIV, MINGGU KELIMA JANUARI 2005

Anak Band & Groupies Part III

"When I'm Sixty-four"

Bagaimana para anak band menghabiskan masa-masa mapan mereka, setelah lelah berhura-hura dengan groupies?

Will you still need me, will you still feed me.
When I'm sixty four.
(Sebait lagu "When I'm sixty-four" yang dinyanyikan The Beatles)

"SORRY, sudah pernah!" demikian jawaban Bongky Ismail Marcel (38), kini bassis BIP, buat menolak jika masih ada groupie yang coba-coba menggodanya. Ya, Bongky sudah kenyang makan asam-garam kehidupan bareng groupie. Ia kini hidup bahagia bareng istrinya, Nadia Sari (37) dan kedua anaknya, Kezya Faza Guida (8) dan Muhammad Tobiaz Hazel (6). Bongky sudah memacari Inad, panggilan Nadia Sari, selama 9 tahun sebelum menikah pada 20 November 1995. Ia yang sebelumnya bassis Slank dari 1990-1996 menjalani hidup semau gue. "Waktu bujangan, jadi anak band populer, hidup saya berantakan. Lalu ada pilihan being settle. Kenapa tidak dipilih," papar Bongky.

Menikah membantu Bongky menjauhi kehidupan yang tak teratur. Inad sosok yang membantunya agar tak semakin larut dengan drugs dan groupie. "Jika keadaannya terus seperti itu, bahaya," ujar Bongky. "Saya butuh istri untuk jadi pegangan hidup. Biar hidup lebih tenang," lanjut pengagum Mick Jagger ini. Di awal pernikahan gaya hidup anak band masih dijalani Bongky. "Proses adaptasi kami lumayan lama. Dia masih dengan kebiasaannya, jadi mesti saya ingatkan," timpal Inad. Pernah satu kali, keluarga Bongky bergejolak lantaran Inad kecapekan mengingatkan Bongky. "Ia kurang perhatian pada keluarga. Saya tahu dari dulu dia begitu. Tapi ada saat tertentu saya tak bisa terima perlakuan itu," ujar Inad. Bongky sadar. Dia keluar dari Slank bareng rekan segrup yang lain, Pay (35) dan Indra.

Setelah keluar, Bongky membentuk band Flower yang cuma tahan setahun. Selepas Flower bubar, Bongky diajak Pay dan Indra bergabung dengan BIP. Hingga kini BIP sudah merilis 4 album -- terakhir Udara Segar (20004). Gaya hidup urakan tinggal masa lalu yang menyisakan senyum bila diingat kembali.

Pun demikian halnya dengan Pay, gitaris BIP. Sejak tahun 2001, Pay menikahi Dewiq (29), penyanyi yang juga pencipta lagu. Dewiq dikenal Pay sejak 8 tahun lalu. Ketika itu Dewiq yang sedang menyiapkan album solo kedua meminta Pay menggarap musiknya. "Kebetulan saya suka gitar, jadi begitu diajak ngobrol nyambung banget," kata Dewiq yang menciptakan lagu Siti Nurhaliza, Bukan Cinta Biasa. Sekadar cerita, Pay "menembak" -- istilah ABG untuk menyatakan cinta -- Dewiq dalam keadaan pakaw (pakai putaw-red). Saat masih gabung bareng Slank, Pay oke saja bila ada groupies yang mendekatinya. Walau saat itu ia terikat cinta dengan Dewiq. "Waktu itu sih ingat nggak ingat," aku Pay diakhiri derai tawa. Kalau kini ada groupie yang mendekati, Pay langsung ingat Dewiq.

Setelah memutuskan menikah, para rocker umumnya berangsur-angsur meninggalkan kehidupan bebas. Namun tak mesti berusia 30-an tahun untuk siap memutuskan menikah. Lihat saja Akhdiyat Duta Modjo, vokalis Sheila on 7. Ia memutuskan menikah dengan model Adelia Lontoh saat usianya belum genap 24 tahun. Duta dan Adelia hanya menjalani masa pacaran 8 bulan sebelum menikah pada 23 Juni 2003 lalu. "Waktu Duta bilang ingin menikah, saya anggap setengah serius dan setengah bercanda. Dari cerita-ceritanya kan saya tahu dia juga nggak punya rencana menikah muda. Sampai akhirnya dia bisa meyakinkan saya," kata Adelia yang saat menikah berusia 20 tahun. Adelia teringat perkataan Duta, "Dia bilang, karena banyak pekerjaan, waktu untuk bermain-main sudah nggak penting lagi. Mau ngapain lagi? Mending hubungan kami dihalalkan saja," tutur Adelia.

Pentolan band Dewa Ahmad Dhani Prasetyo (32) juga sudah menikmati hidup mapan bareng istrinya yang juga penyanyi, Maia Estianty alias Maia Ahmad. Pada ulang tahunnya yang ke-32 pada Mei tahun lalu, Dhani menggelar pesta besar-besaran di Grand Ball Room Hotel Shangrila, Jakarta. Tamu yang datang tak cuma rekan sesama artis, tapi juga calon presiden Wiranto, pejabat, duta besar dan diplomat negara asing, dan tokoh penting lainnya macam Salahuddin Wahid dan Agum Gumelar. "Indikator kesuksesan buat saya, punya 3 anak yang ganteng dan istri yang cantik," kata Dhani kala itu. Pernikahannya yang langgeng selama 8 tahun juga kesuksesan lain baginya. "Buat saya, punya istri pilihan jalan hidup yang terbaik yang pernah saya alami," lanjutnya.

Slank pun demikian. Bimbim (38) merasakan hidupnya berubah setelah berkeluarga. "Kalau sudah berkeluarga, kami punya tempat untuk pulang, tempat untuk curhat, dan tempat untuk sendiri tanpa teman-teman satu band," kata Bimbim. Ridho yang berdiri di sampingnya segera menimpali. "Kalau dulu habis nongkrong di satu tempat, kami jalan lagi nongkrong ke tempat lain. Kalau sekarang nggak. Langsung pulang," timpal Ridho.

Yang dialami rocker tanah air di atas sejatinya fenomena global. Musisi rock & roll dunia yang tengah di puncak karier dan memutuskan menikah biasanya langsung hidup teratur. The Beatles bisa jadi contoh untuk ini. Di tengah puncak ketenaran, mereka memutuskan jadi band studio dan berhenti tur -- ingat, ketika tuur groupie seringkali menghampiri. "Kami sudah pada tingkat merasa capek jadi The Beatles," ujar Paul McCartney mengacu pada keriuhan gadis-gadis di konser terakhir mereka Agustus 1966. "Kami ini bukan remaja lagi, kami pria dewasa ... seniman, bukan penampil," lanjutnya lagi. Begitu jadi band studio The Beatles malah menciptakan album-album terbaik mereka. Ya, album Sgt. Pepper Lonely Hearts Club Band, Revolver, dan Rubber Soul lahir kala The Beatles lebih sering nongkrong di studio ketimbang konser di depan publik.

Sejatinya, para rocker juga manusia. Mereka tak selamanya ingin hidup urakan dikelilingi groupies dan drugs. Di lubuk hati kecil setiap rocker ada impian hidup bahagia dan mapan di hari tua macam orang kebanyakan. Lagu The Beatles "When I'm Sixty-four" menggambarkan suasana hati para rocker itu. Every summer we can rent a cottage/In the isle of wigth, if it's not too dear/We shall scrimp and save/Grandchildren on your knee/Vera chuck & dave/. ***
Dimuat BINTANG INDONESIA, No.719, TH-XIV, MINGGU KELIMA JANUARI 2005.

Sunday, August 26, 2007

Anak Band & Groupies Part II

Tidak Semua Fans Cewek Itu Groupies

Bagaimana band-band tanah air mengatasi sergapan groupies?

Rumah asri di Gang Potlot, Jl. Raya Pasar Minggu, Jakarta boleh jadi rumah yang paling banyak dikunjungi. Setiap hari setidaknya ada sepuluh orang mendatangi rumah itu. Di hari Sabtu dan Minggu jumlah yang datang bisa lebih banyak lagi. Rumah itu markas grup band Slank. Slankers, sebutan bagi penggemar Slank, dari seluruh Indonesia berdatangan ke tempat itu.

Sekitar tahun 1993, markas Slank sudah sering dikunjungi penggemarnya. Tak cuma penggemar pria. Penggemar wanita, belakangan disebut Slankie, yang datang juga tak sedikit. Di antara mereka ada beberapa gadis berumur belasan tahun yang rutin datang ke Gang Potlot. Mereka cantik-cantik. Kulit mereka pun putih-putih. Para anggota Slank yang kala itu masih terdiri dari Bimbim (38), Kaka (30), Pay (35), Bongky (37), dan Indra menyebut gerombolan gadis-gadis itu "Gang Muka Pucat." "Kulitnya putih-putih. Makanya kami namai itu," jelas Bongky yang kini bassis BIP. Gang Muka Pucat tak sekadar berkunjung. Mereka mengajak anggota Slank keluar bareng. Mendiang Imanez yang juga sering nongkrong di Potlot ikut bergabung. Bersama Gang Muka Pucat anggota Slank dan Imanez pesta bareng. "Kami mabuk bersama. Sudah itu ada yang pergi entah ke mana bareng mereka," ungkap Bongky.

Apakah Gang Muka Pucat tergolong groupies? Bisa jadi iya. Gaya hidup Slank di era itu memang tak cuma akrab dengan obat-obatan terlarang. Mereka kerap terlihat jalan bareng penggemar yang dikategorikan groupies. Petualangan Slank dengan groupies juga berlangsung di luar kota kala mereka tur. Setiap kali tur, ada saja groupies yang mendekati personil Slank. Kalau sudah begini, para personil Slank tak kuasa menolak. "Kami punya aturan,boleh main-main asal nggak mengganggu jadwal manggung dan latihan," ujar Bongky. Slank juga paling anti main dengan groupies sebelum manggung. "Bisa apes. Manggung jadi nggak beres. Mendadak sound-nya ngadat atau kami main kurang kompak," kata Pay yang kini pemetik gitar BIP.

Pay bercerita, Slank dulu memeraktekan gaya hidup sex, drugs, and rock & roll. Hal ini juga diakui Bimbim. "Itu bagian dari kehidupan anak band," ucapnya. Manajemen pun membiarkan gaya hidup itu dianut Slank. "Manajer membiarkan saja. Pokoknya, abis manggung terserah lu (mau melakukan apa saja)," ungkap Pay. Ia bercerita antar personil Slank pernah ribut kecil gaya-gaya groupies. "Kami saling cemburu. Rupanya, ada groupie yang kami sama-sama suka," urai Pay yang sering tertawa geli kalau ingat kejadian itu. Bongky bahkan pernah "diculik" sekumpulan groupies. Kisahnya, kala manggung di luar daerah Bongky diajak makan sekumpulan cewek yang dikiranya panitia. "Mereka bilang saya mau diajak makan. Ya sudah, saya ikut saja. Nggak tahunya mereka groupies. Saya diajak ke tempat teman-teman mereka dikenalkan sebagai pacar," cerita Bongky.

Slank punya pengalaman bejibun bareng groupies. Grup band lain juga punya pengalaman berbeda. Element misalnya, pernah didatangi gadis yang minta ditanda-tangani pakaian dalamnya. "Hal itu terjadi di depan saya. Langsung saja saya bentak anak itu," kata manajer Element, Johandi Yahya, "Saya tidak bermaksud melecehkan atau meremehkan keberadaannya sebagai penggemar Element. Tetapi sikap yang ditunjukkan sudah tidak sesuai dengan norma," tambahnya. Buat Didi Riyadi (23), pesinetron yang juga drumer Element, groupies tak perlu ditanggapi. "Saya tidak punya waktu menanggapi mereka. Pekerjaan saya sudah menyita waktu," kata Didi yang berakting di sinetron Kawin Gantung.

Namun, yang bertindak macam gadis tadi pada band lain terhitung sedikit. Kebanyakan fans berat menyatroni hotel tempat idola mereka menginap. Personil Dewa sering dibuat kesal oleh ulah fans dan groupies yang mengganggu kenyamanan mereka di hotel. "Saya merasa terganggu kalau ada fans yang tahu-tahu menelepon kamar kami. Bukannya tak mau menanggapi. Tapi kami capek, butuh istirahat," kata Once, sang vokalis. Fans yang nekad naik ke lantai tempatnya menginap juga tak sedikit. Mereka berusaha menerobos masuk kamar personil Dewa. Jika sudah begitu Once dan personil lain segera minta pindah kamar. "Hal itu terjadi terutama di luar kota," katanya.

Once hingga kini mengaku belum menemukan fans yang tergolong groupies. Di Dewa, sesuai cerita seorang manajernya, Agung Krusso pernah ada yang minta dinikahi Dhani. "Dia datang ke Pondok Indah (markas Dewa-red) bawa fotokopi KTP, akte lahir, Kartu Keluarga, macam orang mau daftar nikah saja," kisah Agung. Yang lain, ada yang mengoleksi sedotan atau botol minuman yang pernah dipakai personil Dewa. Mereka tak masuk ukuran groupies. Mereka fans unik. David Naif, vokalis Naif, menemukan fans cewek yang meniru gaya dandanannya. "Model rambutnya sampai menyamai saya," kata David.

Menurut David, sejatinya, groupies ada di setiap band. "Tinggal pribadi masing-masing saja bagaimana menghadapinya," tukas David. Hal senada diangguki pengamat musik Bens Leo. Ditilik dari sejarahnya, urai Ben, groupies di Indonesia tumbuh sejak tahun 1970-an. "Saat itu saya ingat benar Indonesia mulai kedatangan grup-grup asing antara lain Deep Purple tahun 1975," kenang Bens. Saat Deep Purple manggung, God Bless yang sudah jadi band tenar jadi band pembuka. Penggemar Deep Purple yang juga menggemari God Bless sampai menyerbu Hotel Sahid tempat band pujaan mereka menginap. "Para groupies mencari tahu letak hotel mereka menginap," kata Bens. Ia berujar, groupies awalnya hanya mencintai bandnya saja. "Lama kelamaan mengikuti kemana mereka pergi," ucap Bens. "Hingga akhirnya mau melakukan apa saja untuk anggota bandnya," lanjutnya. Meski hidup di negara yang menganut budaya ketimuran yang kental, tingkah groupies tergolong berani.

Lantas, bagaimana menghadapi kegilaan groupies? Slank yang kini meninggalkan gaya hidup bebas bareng groupies berbagi rahasia. "Istri saya ikut (tur) terus, sih," kata Ridho yang beristrikan Ony Serojawati (27). Hingga sekarang, cerita Bimbim, masih ada groupies yang menggodanya. "Cewek-cewek kayak begitu mending dijadikan teman. Kalau kami turuti main belakang, malah makin jadi. Tapi, kalau kami tarik masuk ke keluarga kami, paling nggak kami punya pahala untuk ngebenerin dia," tutur Bimbim. Ia sendiri memutuskan menikahi penggemarnya, Reny Setiawati pada November 1999. "Saya sangat menghargai penggemar.

Apalagi kalau perempuan. Jangan semena-mena memerlakukan perempuan mentang-mentang superstar," ujar Bimbim lagi. Saking berharganya perempuan buat Slank, hampir semua lagu Slank terinspirasi sosok perempuan.

Sheila on 7 (So7) juga menetapkan aturan main buat personilnya bagaimana menangani fans. "Untuk menangani penggemar kami, seluruh anggota So7 sudah ada perjanjian sejak awal. Kami berusaha mengajak fans berbuat baik. Fans kan pasti akan mendengar apa kata idolanya," terang Eross Candra, gitaris So7. Baginya, fans berkah. "Penggemar itu berkah kalau dia bawa makanan saat kita lagi di studio misalnya, hahaha," kata Eross setengah bercanda. "Pokoknya kami akan terima sebagai berkah, terserah apapun tujuan mereka," lanjutnya. Dwi Nurhayati (17), seorang penggemar Slank yang sering datang ke Potlot usai jam sekolah. "Kalau lagi suntuk, saya pasti ke sini," kata siswa SMK Poernama ini. Dwi yang dipanggil Adhe oleh teman-temannya bukanlah groupies. "Saya senang lagu-lagunya saja, kok. Saya nggak pernah mimpi pengin pacaran sama personil Slank," kata Dwi. Hal sama juga dirasakan Latifah (24) alias Ipay dan Prita (32) yang mengidolakan Dewa. Berkencan dengan Dewa bukanlah impian keduanya. "Saya senang musik Dewa. Bukan personilnya secara pribadi," kata Prita yang berprofesi sebagai pramugari. Ia bercerita, bersikap wajar saja waktu ketemu Dewa di pesawat. "Waktu itu mereka mau ke Australia. Ya, saya melayani mereka layaknya penumpang lain," cetus Prita.

Ipay sebaliknya. Ia sampai rela nonton Dewa manggung ke Surabaya pada 2000 lalu. Ipay mencari tahu tempat Dewa menginap. Begitu tahu, ia tak lantas bertingkah macam groupie. "Saya memang cuma ingin melihat penampilan Dewa saja," akunya. ***

Dimuat BINTANG INDONESIA, No.719, TH-XIV, MINGGU KELIMA JANUARI 2005.

Anak Band & Groupies part I

Cewek-cewek di Sekitar Anak Band

Fenomena groupies di tengah kehidupan group band tak cuma terjadi di band luar. Band anak negeri pun mengalaminya.

Oleh Ade Irwansyah

"Honey, You're too sweet for rock & roll."
(Diucapkan Penny Lane (Kate Hudson) di film Almost Famous, 2000).

PADA sepenggal adegan di film Almost Famous (2000), William Miller (Patrick Fugit), murid SMA yang ditugasi mewawancarai grup band Black Sabbath, berdiri bingung di belakang gedung konser. Semula, ia berencana masuk ke belakang panggung biar bisa mewawancarai Black Sabbath. Apa daya, penjaga pintu tak mengizinkan. "Namamu tak ada di daftar!" seru penjaga pintu bertubuh kekar.

Di tengah kebingungan, pandangan William tertuju pada sekelompok cewek berpakaian menor. William tersipu malu memandangi cewek-cewek itu. Merasa dipandangi aneh, cewek berambut pirang keriting bertanya siapa William. "Saya wartawan. Bukan ... tahulah," jawab William sambil nyengir. "Groupies? Kami bukan groupies. Groupies tidur dengan bintang rock karena mereka ingin berada dekat dengan orang terkenal. Kami di sini karena musik. Kami ini yang menolong band," kata cewek pirang yang berama Penny Lane (Kate Hudson) itu.

Potongan adegan itu rasanya menjelaskan defenisi groupies (bentuk tunggalnya, groupie). Menurut pengamat musik Bens Leo groupies muncul seiring tenarnya grup band The Rolling Stones. "Groupies itu istilah asing sekelompok orang yang menggemari sebuah band. Groupies bersifat lawan jenis. Jadi, kalau bandnya berisi para wanita groupies-nya lelaki, begitu juga sebaliknya. Tapi umumnya sih groupies itu berjenis kelamin perempuan," jelas Bens panjang. Groupies punya konotasi negatif. "Groupies bukan penggemar biasa, tapi juga bisa berfungsi sebagai teman kencan personil band," ujarnya lagi.

Menurutnya, groupies muncul seiring kepopuleran kelompok musik The Rolling Stones di tahun 1970-an. Penggemar grup band yang dikomandoi Mick Jagger ini mengikuti kemana pun band pujaan mereka mentas. Pada era kepopuleran Led Zappelin, keliaran groupies mencapai puncaknya. Di era '70-an Led Zappelin ditasbihkan sebagai band rock paling tenar sejagad. Di era itu The Beatles sudah bubar. Mereka bisa melenggang tanpa saingan. Setiap konser Led Zeppelin disesaki penonton. Tapi, buat groupies tak cukup cuma nonton konser idola mereka. Bila perlu, para gadis ini bisa tidur seranjang dengan bintang pujaan.

Saat konser di Hollywood pada 1973, di depan hotel Rainbow tempat Led Zeppelin menginap, para gadis berbaris di depan menunggu kesempatan berkencan. Usia mereka di antara 14-18 tahun. Seorang di antara groupies, Lori Mattix yang wajahnya pernah tampil di majalah rock Star Magazine. Jimmy Page, pentolan Led Zeppelin, langsung kepincut begitu melihat wajah Lori. Jimmy lantas memilihnya sebagai "pacar tetapnya" setiap kali Led Zeppelin ke Los Angeles. Waktu tur 1973, Jimmy sempat terkena flu hingga konser batal. Sempat ada pembicaraan menjemput Lori dengan pesawat pribadi Led Zeppelin untuk menemani Jimmy yang sakit. Ada gosip pula kalau Jimmy membawa sekoper tas penuh cambuk. Suatu kali ia telanjang dengan badan dipenuhi krim berbaring di atas meja besar. Sekelompok groupies lantas masuk ke kamarnya. Tak jelas apa yang Jimmy lakukan bersama groupies di dalam kamar itu.

Kisah keliaran Led Zeppelin bareng groupies bagian tak terpisahkan dari kehidupan band rock and roll. Semboyan sex, drugs, and rock & roll diterapkan mereka habis-habisan. Hingga sekarang keliaran model itu masih berlangsung. Caroline Sullivan, jurnalis harian Guardian terbitan Inggris, menulis kalau band-band Inggris yang tur ke AS sepanjang '90-an pulang dengan cerita tentang kondom bergambar yang diberikan gadis-gadis New York sebagai suvenir. Kondom itu sudah mereka pakai, tentu saja.

Bintang rock setua Ozzy Osbourne mengaku kadang masih didatangi groupies. Istrinya, Sharon, membolehkan asal groupies tak terlalu dekat dengan Ozzy. Penyanyi solo Robbie Williams juga punya pengalaman didekati groupie. Dalam dokumenter tentang dirinya, Nobody Someday Robbie kedapatan mengobrol tentang cewek yang baru ditemui malam sebelumnya. "Dia gila," ujar Robbie tertawa. "Dia ingin saya jadi istrinya," lanjutnya.

Apakah keliaran serupa ditemukan di band-band tanah air? Bagaimana para awak band negeri ini menyikapi para groupies? Liputan Ekstra kali ini menilik kehidupan anak band bareng cewek-cewek di sekitar mereka. Cewek-cewek itu bisa jadi groupies, sekadar fans, istri mereka, atau baru sebatas pacar. Tambahan pula, tampang anak band tak cuma memikat penggemarnya. Banyak pula sesama selebriti yang memilih anak band jadi pasangan. *** dibantu laporan Dwi Hapsari, Indra Kurniawan, Hari Murtono
Dimuat BINTANG INDONESIA, No.719, TH-XIV, MINGGU KELIMA JANUARI 2005.

Hikayat Star Wars Part II

Hikayat Star Wars
A long time ago in a galaxy far, far away ... kisah kejahatan melawan kebaikan berlangsung. George Lucas, pembuatnya, memulai kisah dari Episode IV -- A New Hope (1977). Ia baru membuat kisah awalnya belakangan. Kini, setelah Episode III tayang di bioskop, kisah Star Wars lengkap sudah. Jika menontonnya mulai dari Episode I-VI, "Anda akan mengerti kisahnya," kata Lucas. ***

· Star Wars: Episode I -- The Phantom Manace (1999)
Kisah pertama bercerita soal Anakin Skywalker kecil (diperani Jake Lloyd) ditemukan Qui-Gon Jin (Liam Neeson). Ia dibawa dari Planet Tatooine nan gersang untuk dilatih jadi kesatria Jedi. Di sini, Anakin juga bertemu Padme Amidala (Natalie Portman).

· Star Wars: Episode II -- Attack of the Clones (2002)
Anakin (Hayden Christensen) sudah jadi kesatria Jedi, dilatih murid Qui-Jon, Obi-Wan Kenobi (Ewan McGregor). Namun, sebagai Jedi, Anakin yang tak semestinya jatuh cinta malah menjalin kasih dengan Padme. Keduanya menikah diam-diam cuma disaksikan robot R2-D2 dan C-3PO.

· Star Wars: Episode III -- Revenge of the Sith (2005)
Padme hamil. Namun, Anakin kerap dihantui kalau Padme bakal meninggal saat melahirkan. Kanselir Palpatine (Ian McDiarmid) yang ternyata Darth Sidious, pemimpin kelompok Sith yang jahat, berhasil merayu Anakin jadi jahat. Ia malah membunuhi Jedi lain. Padme akhirnya meninggal. Bayi kembar yang baru dilahirkannya, Luke dan Leia dipelihara terpisah biar tak diburu Kekaisaran Galactic Empire, pengganti Republic, pimpinan Darth Sidious dan muridnya, Anakin yang sudah berwujud Darth Vader.

· Star Wars: Episode IV -- A New Hope (1977)
Leia (Carrie Fisher) yang sudah tumbuh dewasa memimpin pemberontakan. Ia diburu Darth Vader. R2-D2 dan C-3PO yang dikirim ke Tatooine bertemu Obi-Wan Kenobi (Alec Guiness). Ia mengajak Luke (Mark Hamill) yang sudah dewasa dan penyulundup pemilik pesawat Millennium Falcon, Han Solo (Harrison Ford) memerangi Republik. Dalam sebuah pertarungan, Darth Vader membunuh Obi-Wan.

· Star Wars: Episode V -- The Empire Strikes Back (1980)
Atas pesan arwah Obi-Wan, Luke mendatangi Yoda, kesatria Jedi berumur 800 tahun di Planet rawa Dagobah buat dilatih jadi Jedi. Setelah merasa siap, ia bertarung dengan Darth Vader. Saat bertarung, Vader membuat pengakuan mengejutkan, "Luke, aku ayahmu," kata Vader.

· Star Wars: Episode VI -- Return of the Jedi (1983)
Luke menyelamatkan Leia dan Han Solo yang ditawan Jabba the Hutt. Lalu, peperangan terakhir pemberontak melawan Kekaisaran Galactic Empire dimulai. Luke menemui takdirnya bertarung dengan ayahnya, Darth Vader. Di menit terakhir, Vader kembali ke kebaikan. Ia membunuh Darth Sidious. Kekaisaran Galactic Empire runtuh.

Hidup Setelah Star Wars Usai
Saat George Lucas (61), pembuat hikayat Star Wars yang menguasai kekaisaran galaksi bersabda, siapa pun pasti mendengarnya. Termasuk media besar dan terhormat seperti The New York Times. Kejadiannya berlangsung pada permulaan 1999, menjelang pemutaran prekuel pertama Star Wars: Episode I -- The Phantom Manace. Awal tahun itu, rubrik edisi Minggu koran The New York Times, Arts and Leisure berencana membuat profil Lucas. Redaktur rubrik itu, John Rockwell sudah kenal Lucas sejak 1970-an. Rockwell lalu menelepon humas Lucas di peternakan Skywalker. Pihak Lucas tertarik. Lalu, siapa yang mesti menulis artikelnya? Pilihan jatub pada Orville Schell, teman Rockwell di Harvard yang juga -- tak tahunya -- tetangga Lucas.

Masalahnya, bisakah The New York Times membuat Lucas terlihat manusiawi. Sebab, di banyak artikel, Lucas selalu digambarkan seorang "pertapa". "Mereka seperti sedang berkampanye dan menjual George sebagai ayah tunggal dan tak ingin digambarkan sebagai kutu buku yang gandrung teknologi," kata Rockwell. Kendati korannya jarang mau diatur nara sumber, Rockwell setuju pada ide tim Lucas. Syahdan, pada terbitan 21 Maret 1999, foto utama rubrik itu memuat Lucas dengan anaknya berumur 6 tahun. "Dari kerajaan Marin County, George Lucas dekat dengan anak-anak dan membuat film buat mereka," tulis Schell dalam artikelnya.

Itu cuma persoalan media saja. Lebih dari itu, Lucas juga bisa. Lucas bahkan sudah memulainya sejak belum jadi siapa-siapa di tahun 1970-an. Saat baru dapat kepastian kalau cerita Star Wars yang dibuatnya didanai 20th Century Fox, Lucas meminta bos Fox, Alan Ladd Jr. menyerahkan hak cipta buat menjual suvenir Star Wars dan hak membuat sekuel filmnya. Ladd yang menganggap hal itu bukan persoalan besar mengabulkan keinginginan Lucas.

Nyatanya, Fox sadar kalau dulu salah langkah. Setelah Star Wars sukses besar, suvenir yang dijual Lucas diburu orang. Sampai sekarang, Lucas tercatat sudah menjual pernak-pernik Star Wars senilai 9 miliar dollar. Dari lima film Star Wars yang dibuatnya (Episode I-VI, minus Episode III), Lucas menangguk uang 3,4 miliar dollar dari seluruh dunia, termasuk 1,8 miliar di AS saja. Film terakhirnya, Star Wars: Episaode III-Revemge of the Sith (2005) sudah mengeruk uang 158, 5 juta dollar setelah 4 hari diputar di AS sejak 19 Mei kemarin. Selain itu, Lucas sudah menjual DVD Star Wars sebanyak 130 juta keping.

Lucas bilang, ia cuma akan membuat 6 film Star Wars -- bertentangan dengan niatnya semula, 9 film. "Saya sudah terlalu tua kalau mesti membuat lanjutannya," kata Lucas. Kendati begitu, Lucas takkan membuat penggemar Star Wars kecewa. Karena, Lucas bakal melanjutkan kisah Star Wars dalam 2 serial teve.

Lalu, film apa yang akan dibuat Lucas setelah Star Wars tak lagi bakal muncul di layar lebar? Lucas bilang, ia lebih suka membuat film seni, ketimbang film hit seperti Star Wars. "Saya ingin membuat sesuatu yang tak penting, yang hanya membuat saya tertarik," kata Lucas pada majalah Time. *** ade/ bahan dihimpun dari berbagai sumber

Dimuat BINTANG INDONESIA, No.736, TH-XV, MINGGU KELIMA MEI 2005.

Hikayat Star Wars Part I

Demam Star Wars Melanda Dunia

Bagaimana kisah Star Wars lahir dan menjadi sebuah mitologi modern?

Oleh Ade Irwansyah

PAGI hampir usai. Suasana Plaza Setia Budi, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 17 Mei lalu, masih lengang. Kafe-kafe yang berderet di gedung itu masih sepi pengunjung. Jarum jam memang baru menunjuk pukul 10.00 pagi. Pada jam itu masih belum banyak orang nongkrong di kafe. Tapi, di lantai lain, depan bioskop 21 di gedung yang sama, suasana justru ramai. Heboh. Seratusan orang, kebanyakan wartawan, mengantri masuk buat melihat pemutaran khusus Star Wars: Episode III -- Revenge of the Sith (2005, selanjutnya disingkat Episode III). Di antara mereka ada yang membawa pedang light saber -- pedang cahaya yang dipakai kesatria Jedi dan Sith dalam Star Wars. Yang lain, ada juga yang datang khusus memakai jubah kesatria Jedi.

Begitu film diputar, kehebohan sebenarnya baru terasa. Tepuk tangan riuh sesekali menggema dalam bioskop. Seorang rekan wartawan yang rutin menonton pemutaran film sampai berkomentar, "Kayaknya baru sekarang nonton preview pakai tepuk tangan segala." Ya, begitu layar memperlihatkan Chewbacca, bayi kembar Luke dan Leia, dan Anakin Skywalker dalam kostum hitam Darth Vader (yang ini paling keras) tepukan tangan bergema.
Dan, rasanya, film itu memang pantas ditepuki. Hingga sekarang tak ada film yang memberi pengaruh pada begitu banyak orang selama hampir 30 tahun selain Star Wars. Selama hampir 3 dekade manusia di seantero bumi begitu akrab dengan tokoh-tokoh rekaan dalam kisah Star Wars.

Padahal, saat syuting film Star Wars pertama di tahun 1976, pembuatnya, George Lucas (waktu itu 32 tahun, kini 61) nyaris frustasi. Lucas yang sudah bermuka pucat menatap penuh pikiran pada set Star Wars di Pinewood Studio, dekat London, Inggris. Ia cemas. Siapapun tahu, termasuk dirinya, film yang tengah dibuatnya bakal berujung kacau. Robot rekaannya R2-D2 dan C-3PO rusak melulu. Para pemain justru cerewet minta diurus. Perusahaan miliknya yang ditugasi membuat efek khusus, Industrial Light & Magic (ILM) belum juga bisa kerja -- karena komputernya mesti dibuat dulu. Para petinggi dari studio pemberi dana, 20th Century Fox malah mengirimi Lucas memo tak perlu (kayak saran agar Chewbacca sang Wookie pakai celana). Lalu, bos Fox Alan Ladd Jr malah meminta Lucas menyingkat waktu syuting. Kala itu, Lucas berkesimpulan kalau yang ada di kepalanya takkan bisa diwujudkan. Mark Hamill, pemeran Luke Skywalker, ingat betul bagaimana raut wajah Lucas waktu itu. "Dia kayak orang yang akan menangis," ingatnya.

Pantas saja jika Lucas bersikap begitu. Sebab, untuk syuting butuh perjuangan berat. Perjuangan itu sudah dimulai sejak awal 1970-an. Lucas yang baru saja menyutradarai American Graffiti (1973) punya ide mengangkat kisah fantasi luar angkasa. Ide awalnya, Lucas ingin membuat ulang serial teve Flash Gordon yang ditontonnya waktu kecil di tahun 1930-an. Sayangnya, niat itu mesti dibatalkan Lucas. Pasalnya, pemegang hak cipta Flash Gordon, Dino De Laurentis, ingin turut campur dalam proses kreatif Lucas. Selain itu, rotyalti yang mesti dibayarnya juga kelewat mahal. Lalu Lucas pun mengalihkan ide cerita Si Baik lawan Si Jahat ke dalam kisah rekaannya sendiri. Lucas menulis naskah setengah jadi setebal 14 halaman tentang kisah fantasi luar angkasa rekaannya. Namun, pihak Universal Studio yang memodalinya membuat American Graffiti menolak naskah Lucas. Pun demikian dengan United Artists. Kedua studio itu berpandangan, film fiksi ilmiah (sampai waktu itu) tak punya banyak penonton. Kendati begitu, American Graffiti yang dibuat Lucas menarik minat Ladd yang jadi pimpinan kreatif Fox. Di penghujung 1973, Fox setuju mendanai kisah rekaan Lucas itu.

Tapi Lucas cuma dipercayai mengantongi dana minim untuk membuat filmnya. Ia menghabiskan setengah tahun untuk mengkasting para aktor utamanya. Tercatat aktor William Katt semula dikasting buat jadi Luke, Cindy Williams dan Terri Nunn jadi Leia, Kurt Russell dan Perry King jadi Han Solo. Akhirnya, pilihan Lucas jatuh pada Hamill (Luke), Carrie Fisher (Leia), dan Harrison Ford (Han Solo), bintang American Graffiti yang semula jadi pengumpan dialog aktor-aktor yang dikasting. Dengan dana minim, Lucas cuma dapat aktor-aktor yang belum dikenal seperti ketiganya. Aktor tenar yang dapat digaetnya cuma Sir Alec Guinnes, pemeran Obi-Wan Kenobi. Setelah semua aktor siap, syuting pun dimulai. Tunisia di Afrika dan studio Pinewood di London jadi pilihan lokasi syuting.

Begitu syuting kelar, masalah belum selesai. Gambar yang dihasilkan Lucas masih mentah dan, menurut Kevin Burns, sutradara film dokumenter pembuatan Star Wars, Empire of Dreams: The Story of the Star Wars Trilogy, "potongan pertama Star Wars sebuah bencana." Buntutnya, Lucas yang tak puas memecat tukang editnya. Ia merekrut 3 tukang edit baru termasuk istrinya, Marcia. Kala itu, dada Lucas sudah sakit. Ia didiagnosis mengalami hipertensi dan kelelahan. Namun, Lucas tak punya waktu buat istirahat. Ia harus mengawasi efek khusus yang dibuat kru ILM. "Lucas kayak jenderal kami," ingat Ken Raltson, seorang staf ILM, "Kami ini tentaranya. Kami semua bertarung dalam perang supaya film ini selesai," lanjutnya.
Akhirnya, setelah melalui jalan terjal dan berliku, kisah Star Wars pertama, Star Wars: Episode IV -- A New Hope diputar perdana 25 Mei 1977. Ternyata, seperti semua orang tahu, Star Wars jadi film sukses. Budjet 11,5 juta dollar buat produksi dan iklan langsung balik dalam 2 bulan. Di penghujung tahun itu, Star Wars jadi film paling banyak ditonton dan meraup keuntungan 200 juta dollar. Film itu mengalahkan Jaws (1977) besutan Steven Spielberg setelah 6 bulan beredar.
Kesuksesan itu diikuti 2 kisah lanjutannya, Star Wars: Episode V -- The Empire Strikes Back (1980) dan Star Wars: Episode VI -- Return of The Jedi (1983). Setelah 10 tahun membuat 3 film Star Wars, Lucas berencana beristirahat. Ia ingin membina keluarga bareng Marcia dan membangun Lucasfilm, perusahaan film yang ia dirikan mendanai film-film sesuai keinginannya. Nyatanya, "Saya malah bercerai," kata Lucas datar. "Dan itu membuat kacau. Saya harus mulai dari awal lagi," lanjutnya. Yang ia maksud dari awal ya, secara emosional dan finansial. Perceraiannya dengan Marcia menghabiskan kocek Lucas sampai 50 juta dollar. Lucas lantas menghabiskan satu dekade berikutnya buat memproduksi beberapa film dan serail teve (di antaranya serial Young Indiana Jones, 1992) sambil mengubur keinginannya menyutradarai film lagi. Tapi, pada 1994, setelah maju-mundur, Lucas kembali menengok kisah Star Wars yang dianggapnya belum kelar.

Sejak awal, di benaknya sudah ada gambaran kisah awal Star Wars alias prekuel. Kisah ini berfokus pada bagaimana asal mula Anakin Skywalker, ayah Luke malih rupa jadi Darth Vader. "Waktu itu cerita asal-usul ini hanya bagian dari cerita (Star Wars) keseluruhan," kenang Lucas. "Tapi susunan ceritanya nggak berubah," lanjutnya. Pertanyaannya, kenapa Lucas nggak sekalian saja membuat kisah awal Star Wars dari dulu? Rupanya, gambaran cerita Lucas mengenai asal-usul itu sulit diwujudkan ke layar lebar. Kesulitan terutama pada efek khususnya. Menurutnya, teknologi saat itu belum bisa mewujudkan imajinasinya ke layar lebar.
Kendati tak tahu kapan imajinasinya bakal jadi kenyataan, rekan-rekan Lucas ingat betul kalau pria berjanggut ini sudah membicarakan kemungkinan membuat prekuel Star Wars selama 2 dekade lebih. Rick McCallum, produser seri prekuel Star Wars, ingat waktu Lucas mengajaknya rapat selama 90 menit-membicarakan prekuel Star Wars, menentukan budjet dan lokasi. "Lalu dia ngeloyor pergi dan tak pernah membicarakannya lagi sampai dua tahun kemudian," kata McCallum. Dua tahun kemudian, pada 1993, Lucas melihat pekerjaan efek komputer ILM lewat Jurassic Park. Maka, satu setengah tahun setelah keajaiban teknologi komputer itu, Lucas mulai mereka-reka cerita prekuel Star Wars. Hasilnya, lahirlah prekuel pertama, Star Wars: Episode I -- The Phantom Manace pada 1999. Sebelumnya, sebagai pemanasan, Lucas mempermak trilogi pertama yang pernah dibuatnya dulu. Pada 1997, Lucas merilis Star Wars Trilogy: Special Edition.

Prekuel pertama menceritakan Anakin saat masih kecil. Prekuel kedua, Star Wars: Episode II -- Attack of the Clones (2002) mengisahkan Anakin remaja yang mulai beranjak dewasa. Ia terlibat cinta terlarang dengan Padme Amidala. Yang ketiga, Revenge of the Sith, bercerita bagaimana Anakin jadi Darth Vader. Sebelum membuat ketiganya, Lucas sudah dinasehati kalau yang ingin penonton lihat sebenarnya cuma bagaimana Anakin jadi Darth Vader. Namun, Lucas bersikukuh kalau Anakin berubah jadi jahat di Revenge of the Sith, bukan 2 episode lainnya.

Maka, kata Lucas, setelah Episode III rampung, hikayat rekaannya lengkap sudah. Generasi mendatang tak perlu menontonnya dari Episode IV keluaran 1977, lalu Episode V (1980) dan Episode VI (1983), baru Episode I, II, dan III. Lucas sudah mencobanya. Ia menonton tanpa henti dari I-VI. Usai menonton, Lucas berkomentar, "Anakin tetap memenuhi ramalan tentangnya bagaimanapun juga! Dia yang membawa keseimbangan pada Force (kekuatan gaib di Star Wars)." Well, Lucas juga memenuhi tugasnya memberi keseimbangan pada Force. Dengan Star Wars, ia bakal dikenang untuk waktu yang lama. Force akan selalu bersamanya buat waktu yang lama. *** bahan dihimpun dari berbagai sumber
Dimuat BINTANG INDONESIA, No.736, TH-XV, MINGGU KELIMA MEI 2005.

Tuesday, August 14, 2007

Mr. Bean (Disiarkan Melulu)

Mr. Bean
Tetap Disuka Walau Diputar Berkali-kali

Oleh Ade Irwansyah

Ecce homo qui est faba (Lihatlah pria yang namanya berarti kacang—bean)”
—dari koor pembuka serial Mr. Bean—

Kita ingat betul bagaimana jalan ceritanya. Ya, sekali waktu ia datang ke tempat ujian matematika. Namun, ia belum belajar soal-soal kalkulus. Lantas, dia berusaha keras menyontek pada orang di sebelahnya. Kali lain, ia terkantuk-kantuk pada sebuah misa di gereja. Kali lain lagi, ia yang tadinya sok berani naik ke papan loncat paling tinggi di sebuah kolam renang, ternyata takut setengah mati begitu sampai atas.

Ya, Anda tahu kami sedang membicarakan siapa: Mr. Bean.

Dialah pria yang tak jelas asal-usulnya. Di pembuka cerita, kita cuma diberi lihat kalau sosok Bean tiba-tiba muncul di tengah jalan dari sorotan lampu—seolah mengesankan ia makhluk luar angkasa. Kita tak pernah tahu persis nama depannya, ataupun pekerjaannya. Tapi, kita hapal betul “seragamnya”: jas kecoklatan dan dasi merah tipis. Bean tinggal sendirian di sebuah apartemen di Highburry, London Utara, Inggris. Teman sekamarnya hanya sebuah boneka beruang kesayangan yang dinamainya Teddy. Bean punya sebuah mobil mini jenis MK III Austin Mini 1000 keluaran 1977 warna kuning. Meski tingkahnya aneh, Bean punya pacar, Irma Gobb, wanita berkacamata yang tak cantik-cantik amat.

Bean sosok yang punya banyak karakter. Kadang ia tampak sebagai pria sok tahu. Atau Bean bisa sok berani, tapi ternyata amat penakut (ingat adegan di kolam renang atau saat menonton film horor bareng pacarnya). Beberapa kali Bean muncul sebagai pria pelit, jorok (menaruh roti di kaus kaki), atau menyebalkan. Kendati begitu, Bean jelas pria yang membuat kita terpingkal-pingkal. Mimiknya saja mengundang senyum. Tingkahnya membuat terbahak tak habis-habis.

Tayang lagi di Trans TV
Dan situlah istimewanya Mr. Bean (diperankan dengan jenius oleh Rowan Atkinson). Serial teve ini tetap lucu meski penonton sini sudah melihatnya berkali-kali. Ya, entah sudah berapa kali Mr. Bean ditayang ulang. Satu kali Mr. Bean muncul di teve A, kali lain muncul di teve B. Buat penonton sini, Mr. Bean pertama tayang di RCTI pada 1992. Sejak itu, MR. Bean ditayang ulang berkali-kali. Terakhir, selama Ramadhan dan Lebaran kemarin Mr. Bean kembali tayang di Trans TV.

Tak ada episode baru pada seri Mr. Bean di Trans TV tempo hari. Namun, istimewanya, rating dan share Mr. Bean tetap bagus. Menurut Aris Ananda, planning & scheduling department head Trans TV, dalam e-mail-nya pada Bintang, selama Ramadhan rating Mr. Bean berkisar 5-5,8 dengan share 15 persen. Itu bukan angka sembarangan. Oke, rating dan sharenya masih kalah dibanding sinetron Taqwa atau Putri yang Terbuang dan sejenisnya. Tapi, buat ukuran acara yang sudah berkali-kali diputar ulang poin yang diraih Mr. Bean tidak kecil. Apalagi, di Trans TV sendiri, Mr. Bean sempat 2 kali jadi tayangan paling banyak ditonton. Serial ini mengalahkan Extravaganza atau Ceriwis. Hal ini menandakan seri itu masih banyak ditonton orang—rata-rata 15 persen pemirsa teve menonton Mr. Bean saat jam tayangnya.

Lantas, kenapa hal itu bisa terjadi? Sebelum menjawabnya mari kenali dulu serial ini. Mr. Bean pertama tayang di Inggris pada 1 Januari 1990 dan berakhir pada 31 Oktober 1995. Meski merentang selama 5 tahun seri ini hanya berjumlah 14 episode. Tayangan perdana (berjudul Mr. Bean saja) pada Januari 1990 baru berlanjut ke episode berikutnya 11 bulan kemudian, tepatnya 5 November (The Return of Mr. Bean). Episode 3 (The Curse of Mr. Bean) tayang tak sampai sebulan kemudian. Namun, episode 4 (Mr. Bean Goes to Town) baru tayang tahun berikutnya, 15 Oktober 1991. Begitu terus hingga jumlahnya genap 14 episode.

Populer dan banyak meraih penghargaan
Tayang secara acak begitu malah membuat Mr. Bean tambah populer. Kehadirannya jadi makin ditunggu setiap orang Inggris. Episode 5, The Trouble With Mr. Bean, pada 1992 ditonton tak kurang 18,74 juta pasang mata di Inggris. Selain itu, kepopuleran Mr. Bean juga mendunia. Indonesia jadi salah satu dari 200 negara yang memutarnya—angkanya lebih besar dari jumlah anggota PBB (192 negara) atau Gerakan Non Blok (118 negara).

Nggak cuma ditonton banyak orang, Mr. Bean juga mengoleksi banyak penghargaan. Episode pertamanya memenangkan penghargaan bergengsi piala Golden Rose dan 2 gelar lain di ajang Rose d'Or Light Entertainment Festival di Montreux, Swiss pada 1991. Di Inggris, episode The Curse of Mr. Bean dinominasikan di ajang BAFTA Awards 1991 buat kategori Best Light Entertainment Programme dan Best Comedy (programme or series). Sedang Rowan sendiri dinominasikan buat Best Light Entertainment Performance pada 1991, 1992, dan 1994.
Kendati sukses, serial Mr. Bean tak dibuat banyak. Serial ini malah alih rupa jadi film kartun pada 2002—sempat tayang di SCTV. Tujuannya, buat menggaet penonton lebih banyak. Sosok Bean yang hidup (bukan kartun) justru berkembang jadi film layar lebar lewat Bean: The Ultimate Disaster Movie (1997). Kendati dikritik tak sebagus seri tevenya, versi filmnya tetap mendatangkan untung 230 juta dollar dari seluruh dunia, dengan bujet kira-kira 22 juta dollar.

Mengapa Mr. Bean disukai (lagi)
Segala data di atas menunjukkan seri Mr. Bean disukai. Fenomena tayang ulang tak cuma terjadi di sini. Di Inggris saja, catat situs Wikipedia, seri ini masih diputar ulang di stasiun teve kabel Nickelodeon dan Paramount Comedy 2. Khusus di Indonesia, seri Mr. Bean tempo hari tayang di saat yang tepat. Trans TV jeli menaruhnya di jam 9 malam, saat orang baru pulang shalat Tarawih. “(Itu) untuk menyiasati perubahan kebiasaan pemirsa di Bulan Ramadhan,” catat Aris dalam e-mail-nya pada Bintang. “Mr. Bean diharapkan jadi tayangan keluarga ketika seluruh anggota keluarga selesai dengan kegiatan ibadahnya.”

Tapi, apa iya Mr. Bean benar-benar banyak yang suka? Sebenarnya, Mr. Bean sosok yang kompleks. Banyak orang terbelah saat melihat seri ini. Ada yang menilainya sebagai salah satu tontonan paling lucu yang pernah ada. Namun, ada juga yang tak suka dan menganggapnya sama sekali tak lucu. Well, humor memang sesuatu yang bersifat individual. Setiap orang punya ukuran masing-masing soal apa yang membuatnya tergelak.

Nah, Mr. Bean menawarkan kelucuannya sendiri. Seri ini minim dialog. Artinya, Mr. Bean tak mengajak kita tertawa lewat telinga. Tapi lewat mata. Mr. Bean tak berisi dialog-dialog lucu macam sitkom Friends. Kita tertawa karena melihat tingkahnya. Kelucuan dari gerak juga membuatnya layak ditonton segala usia. Termasuk anak berumur 8 tahun, Jihan Nur Aisyah yang tinggal di Tangerang, Banten. Jihan, sapaannya, penggemar Mr. Bean. “Saya suka, soalnya lucu,” katanya. Kendati Jihan menyimpan beberapa keping VCD Mr. Bean, dan sudah menonton serinya waktu tayang dulu, ia merasa masih perlu menontonnya lagi. “Dia masih ketawa-ketawa saja setiap menonton,” timpal ibunya, Rosmawati.

Sayang, Ramadhan sudah berakhir. Mr. Bean sudah berhenti tayang di Trans TV. Untuk sementara kita ucapkan “Vale homo qui est faba—Sampai jumpa, pria yang namanya berarti kacang (bean).” ***bahan dihimpun dari berbagai sumber.

Rowan Atkinson

Siap Jadi Mr.Bean Lagi Tahun Depan

Pada 2001 lalu, ia dan sekeluarga mungkin sudah tamat riwayatnya. Dalam satu kesempatan naik pesawat pribadi bermesin ganda jenis Cessna, dari Mombassa ke Nairobi di Afrika, sang pilot mendadak pingsan. Beruntung sang kepala keluarga, Rowan Atkinson, cepat tahu. Dengan cekatan, Rowan masuk kokpit, mengendalikan kemudi biar seimbang, lalu menampar pilot agar bangun dari pingsan. Rowan sekeluarga—istrinya Sunetra Sastry dan dua anaknya, Benjamin dan Lily—selamat sampai Nairobi.

Beruntung sekali kita tak jadi kehilangan si kocak Rowan Atkinson lima tahun lalu. Pria 51 tahun ini masih sehat walafiat hingga kini. Memang, ia jarang diberitakan. Soalnya, Rowan konon tak tahan disorot kamera dan jadi bahan gosip. Rowan hidup bersahaja di sebuah pedasaan di daerah Oxford, Inggris. Kendati begitu, ia kaya raya. Rowan sudah menghasilkan 60 juta poundsterling (setara 1 triliun rupiah). Sosoknya juga dipuja orang sejagad. Semua itu berkat tokoh Mr. Bean yang ia perankan.

Sosok Bean lahir setelah Rowan menghasilkan serial komedi yang mengandalkan kelucuan dari kata-kata, Blackadder (tayang 1980-an). Kendati baru terwujud di awal 1990-an, lawakan yang berpatokan pada gerak sudah diakrabi Rowan saat masih jadi mahasiswa pasca-sarjana teknik mesin Universitas Oxford. Ia kerap tampil di panggung mengundang tawa dengan gerakan-gerakan lucunya. Pada 1980-an, bareng penulis naskah Richard Curtis, Rowan mulai menggagas sosok Mr. Bean. Sosok Bean seolah bentuk modern komedi gerak yang dulu diusung Charlie Chaplin, Buster Keaton, atau versi lain dari komedi Prancis, Mr. Hulot's Holiday di tahun 1950-an.

Rowan sebenarnya tak cuma jadi Mr. Bean. Ia sudah berakting di lebih dari 40 film dan serial teve sejak 1979. Anda mungkin ingat ia jadi agen rahasia bloon di Johnny English (2003). Tapi, selain itu pria yang hobi kebut-kebutan ini juga ikutan main Never Say, Never Again (1983), Four Weddings and a Funeral (1994), mengisi suara Zazu di The Lion King (1994), Rat Race (2001), hingga Scooby Doo (2002).

Kini, Rowan tengah menyiapkan film layar lebar kedua Mr. Bean berjuduli Mr. Bean Holiday's. Film ini rencananya tayang tahun depan. Kalau film pertamanya (rilis 1997) Mr. Bean ke Amerika, kali ini ia berlibur ke salah satu negara Eropa. “Ia pergi ke negara yang bahasanya tak ia mengeti,” buka Rowan. “Hal itu bakal mengundang kelucuan dan bagus buat tetap setia pada konsep awal yang minim kata-kata.” Kita lihat saja apa filmnya nanti bakal lebih membuat kita terpingkal lagi.*** bahan dihimpun dari berbagai sumber.

Iklan dan Industri Hiburan

Saat Iklan dengan Industri Hiburan Bertemu

Tak ada bisnis sperti bisnis hiburan. Kini industri hiburan sudah dirambah pengiklan. Bukan sebagai tayangan sela, tapi dalam isi yang disajikan.

Oleh Ade Irwansyah

Syahdan, di tengah sesi rekaman, mata Jim Morrison, dedengkot grup band era ’60-an The Doors, terantuk pada layar teve. Ia menangkap alunan musik yang tak asing dari sebuah iklan mobil Ford yang tengah diputar. “Come on baby light my fire!” begitu lirik yang Jim dengar dalam nada cempreng. “Catchy tune,” gumam Jim menyadari lagu Light My Fire milik The Doors dipakai buat iklan. Ia lantas berbalik menatap rekan bandnya, Ray Manzarek dengan penuh tanya.

“Kau menjual lagu kita jadi iklan?” tanyanya. Ray diam.

“Berapa?” tanya Jim lagi. Ray masih diam.

“Tujuh puluh lima ribu dolar. Tadinya mesti diomongkan dulu, tapi kau selalu tak ada,” jawab anggota band lain merasa bersalah.

“Kami pikir itu ide bagus,” kali ini Ray yang bicara. “Lagu itu sudah jadi komersil. Rekamannya sudah terjual 2 juta kopi. Itu bukan persoalan besar.”

Jim terdiam sejenak, lalu berdakwah. “ (Lagu itu) jadi nada buat didengar jutaan orang...,” ujarnya tak habis pikir. “The Doors itu semua untuk satu, satu untuk semua, bukan? Hal itu nggak nyata rupanya. Ini bukan soal uang, kontrak rekaman, atau keinginan pribadi. Tapi bagaimana mendobrak lewat musik. Ada yang salah di sini.”

“Tidak Jim,” kata Ray, “(Kami melihatnya) dengan skala lebih besar saja,” timpal Ray. Jim berbalik, mengambil teve dan melemparnya ke arah Ray. Ray sempat menghindar. Teve membentur pintu kaca.
***
Kejadian di atas terekam dalam film berjudul The Doors (1991). Film besutan Oliver Stone itu berkisah seputar perjalanan grup band itu berikut pentolannya, Jim Morrison. Jim yang dijuluki si Raja Kadal ini tak setuju lagunya dipakai jadi jingle iklan. Namun, tak demikian sikap rekan seband Jim. Bagi mereka, tak ada salahnya menjual lagu jadi iklan. Mereka bisa dapat uang dari situ.

Jim lain. Baginya, lagu bukanlah semata persoalan komersil. Ada nilai-nilai idealisme di dalamnya. Dan hal itu bisa rusak begitu nilai komersil ikut campur.
Seniman sejati, konon dicitrakan sebagai sosok yang punya idealisme tinggi. Ia hanya mencipta buat menyalurkan citarasa seni yang ia miliki. Baginya cita rasa itu sebuah anugerah Tuhan yang tak dimiliki setiap orang. Jika tak mencipta, ia bukanlah seniman.
Pada perkembangannya seni tak sekadar jadi saluran ekspresi sang seniman. Ada seniman yang butuh apresiasi dari masyarakat atas karya seni yang dibuatnya. Mereka butuh media untuk memamerkan karya seni. Dari situ muncullah galeri-galeri seni atau tempat sebuah karya seni dipertunjukkan. Belakangan, galeri mengutip bayaran dari orang yang ingin menikmati karya seni. Hasil yang diperoleh, dibagi dua antara srniman dn pemilik galeri. Seniman mulai dapat uang atas karya seni buatannya. Syahdan, ada seniman yang menjadikan berkesenian sekaligus pekerjaan utamanya. “Saya berkarya, maka saya dapat uang!” begitu prinsip mereka.
Hal ini mendorong seni jadi industri. Seni tak lagi murni wadah ekspresi kemanusian atas akal budi yang dimiliki. Seni bisa pula dinikmati orang banyak. Kesenian macam itu diciptakan semata untuk menghibur orang. Dari situ, seni beralih rupa jadi ajang menghibur. Setiap orang ingin dapat hiburan. Untuk dapat hiburan, bahkan ada orang yang rela mengeluarkan uang.
Begitu melibatkan uang, urusan hibur-menghibur ini lantas menjadi sebuah industri. Kita pun mengenal frasa baru: industri hiburan.
***
Dan “there is no business like show business!” Ungkapan itu rasanya benar. Industri hiburan membuat niatan senian tak lagi murni. Nilai-nilai komersil—yang alasan utamanya mendatangkan keuntungan sebesar mungkin—mulai merasuki ekspresi berkesenian. Seniman jadi penghibur.
Industri hiburan juga menyediakan lahan luas bagi pengiklan. Falsafahnya, di tempat-tempat orang mencari hiburan, tak ada salahnya memasarkan produk. Ingat, tempat orang mencari hiburan biasanya sebuah pusat keramaian—tempat banyak orang berkumpul. Keadaan ini mendorong sebuah strategi pemasaran baru: beriklan di industri hiburan. Hakekatnya, produsen mengiklankan produknya biar dibeli orang. Biar membeli, orang mesti tahu lebih dahulu.Dari situ, iklan dibuat.
Syahdan, strategi pengiklan menggaet makin beragam. Iklan tak cuma diselipkan di sela-sela pertunjukkan. Tapi bisa pula jadi bagiantak terpisahkan dari sebuah karya yang menghibur. Sinergi antara industri hiburan dan iklan pun terjadi.
Maka, akhir-akhir ini kita ramai menyaksikan ada lagu yang dinyanyikan sang idola saat iklan sebuah produk tengah tayang. Atau penyanyinya jadi bintang ikla selaligus. Itu yang terjadi pada grup duo Ratu dan Ada Band.
Sementara itu, Audy bertindak lebih jauh lagi. Lagunya dibuatkan sebuah video klip yang mengiklankan sebuah produk kosmetik. Oh, bagaimana kita mesti menyebut karya itu? Sebuah video klip atau iklan? Jika menyebutnya sebagai iklan, bisa-bisa itu salah satu iklan terpanjang yang pernah dibuat.
Di jagad film pun setali tiga uang. Film bioskop yang tak bisa disela iklan—untuk membedakannya dengan tontonan teve yang gratis—tak sepenuhnya bersih. Banyak iklan terselebung berkeliaran di sepanjang film. Untuk hal itu istilahnya keren, product placement atau padanan bebasnya penempatan produk yang punya tujuan komersil. Maka, kita menyaksikan sang aktor memakai mobil bermerk A, menelepon dengan handphone bermerk B, dan mengobrol sambil ada papan reklame produk C sebagai latar belakang.
Sahkah itu semua? Birkan pelakunya yang menjawab. Tulisan ini hanya bermaksud melontarkan wacana. Tidak kurang. Tidak lebih. ***


Musikku, Iklan Mereka
Bagaimana perkawinan industri musik dan periklanan terjadi?
Oleh Ade Irwansyah
Kalau rajin menyimak teve akhir-akhir ini Anda bakal menemukan sebuah fenomena menarik: makin banyak penyanyi jadi bintang iklan di teve. Tidak cukup itu, ada juga yang merelakan lagu mereka jadi jingle iklan. Bahkan, kemunculan lagu itu seiring dengan pemasaran sebuah produk. Artinya, si penyanyi atau grup band merilis album berbarengan dengan kampanye iklan sebuah produk. Kadangkala iklannya muncul lebih dulu ketimbang CD atau kasetnya.
Ratu, grup duo pop yang digawangi Maia dan Mulan, misalnya, mengiklankan handphone Nokia sambil berlenggak-lenggok menyanyikan lagu hitnya, Teman tapi Mesra. Yang teranyar, Ratu melantunkan lagu barunya, Lelaki Buaya Darat sambil mengiklankan teve keluaran Sharp terbaru. Album yang berisi lagu itu bahkan belum dijual di pasaran.
Audy lain lagi. Jauh-jauh hari sebelumnya, bekerjasama dengan Olay, sebuah produk kosmetik,
diadakan kontes pencarian bakat macam Audisi Fantasi Indosiar (AFI) atau Indonesian Idol buat menjaring penyanyi yang akan diduetkan dengan Audy. Indosiar digaet jadi stasiun teve yang mengadakan kontes itu. syahdan, terpilihlah Nindi, seorang dara manis yang punya tampang dan vokal oke. Nindi dan Audy lantas berduet menyanyikan lagu bertitel Untuk Sahabat. Isinya kurang lebih tentang persahabatan. Nggak ada hubungannya dengan kosmetik Olay.

Namun, cobalah lihat video klip lagu itu. Ada aegan saat Audy dan Nindi bercanda di depan cermin sambil memakai produk Olay total white warna kuning. “Video klipnya memang terkesan mengiklankan Olay. Tapi, buat saya itu tak masalah,” kata Audy.
Menurut Sundari, assistant promotion manager SonyBMG Indonesia, perusahaan rekaman yang menaungi Audy, cewek mantan kekasih drumer Dewa 19 Tyo Nugros itu sudah didapuk jadi brand ambassador Olay (“Saya bangga kepilih jadi brand ambassador Olay,” ujar Audy senang). Saat Audy bersiap meluncurkan album, ceritanya pada majalah Teen terbitan 6 April silam, pihak Olay membuat kontes pencarian bakat buat duet bareng. Lagu yang dibawakan Audy dan pemenang kontes itu, Nindi, masuk ke dalam album Audy. “Jadi ada kerjasama antara SonyBMG dan Olay di album Audy,” aku Sundari. Ia berujar, kerjasama itu bertujuan untuk ajang promosi album Audy dan peluncuran produk Olay. “Dengan begitu kami saling support,” bilang Sundari. “Olay terbantu dengan Audy yang menjadi model iklannya, Audy dan SonyBMG juga diuntungkan dengan promosi album baru ini.”

Selain tak masalah dengan video klip yang mirip iklan, Audy juga tak mempersoalkan mesti berduet dengan penyanyi baru di albumnya. “Nggak masalah buat saya mengiklankan Olay dan menyanyikan lagu saya dengan penyanyi pemenang kontes itu,” bilang Audy.
Audy bukan satu-satunya artis SonyBMG yang jadi bintang iklan. Dalam deretan daftar itu ada nama Glenn Fredly (iklan Bank Mandiri), Ello, (Kymco, Vitalis, SAmsung), dan Ratu (Nokia, Honda Jazz, dan Sharp). Mereka mengiklan produk sambil lagunya ada di iklan tersebut.
Ratu jadi ratu iklan
Ratu tergolong artis yang sedang hot jadi bintang iklan. Hal ini disyukuri mereka. “Kami sih bersyukur jadi bintang iklan yang brand imege-nya besar,” kata Vita, manajer Ratu. Ia berujar Ratu menerima banyak tawaran jadi bintang iklan. Tak semuanya diterima. “Kami seleksi dulu,” kata Vita. Iklan apa yang dipilih Ratu? “Biasanya kami memilih iklan yang brand image-nya besar dan sesuai dengan imej Ratu,” jawab Vita. Yang tak sesuai imej Ratu bakal ditolak. “Misalnya, kami harus mengenakan kostum atau pakaian tertentu yang tak sesuai dengan imej Ratu.” Ratu tak membatasi diri jadi bintang iklan produk tertentu. “Iklan jamu juga nggak masalah,” kata Vita. “Asal itu brand besar. Dewa 19 saja mau kok jadi bintang iklan jamu Tolak Angin.”

Buat Ratu, jadi bintang iklan sekaligus lagunya dipakai sebagai backsound atau jingle justru sebuah keuntungan berlipat. “Secara tak langsung, iklan itu mempromosikan lagu-lagu Ratu,” bilang Vita. “Sejauh ini, promosi dengan cara ini (jadi bintang iklan) dapat feedback bagus.” Enaknya lagi, kata Vita, jadi bintang iklan juga makin punya kesempatan manggung di mana-mana. Produk yang mereka iklankan, biasanya mengajak mentas buat promosi produk. “Makanya frekuensi manggung kami sampai beberapa bulan ke depan sangat padat.”

Ada Band digaet produsen pembalut wanita
Apa yang dirasakan Ratu dan Audy juga dialami Ada Band. Di album terbaru berjudul Romantic Rhapsody, Ada Band menjalin kerjasama dengan Softex, produsen pembalut wanita. Singel anyar dari album itu, Karena Wanita (Ingin Dimengerti) dicomot jadi tagline Softex. Menurut cerita resmi, artinya dari personil Ada Band yang kemudian dibenarkan pihak Softex, semula judul lagu itu hanya Karena Wanita. Donnie, sang vokalis, yang membuat liriknya. “Awalnya ia ingin bertutur tentang sosok ayah. Kemudian karena pertimbangan lebih luas diganti jadi cerita tentang sosok ibu,” cerita Khrisna, kibordis Ada Band. Khrisna lantas mengusulkan kenapa tak seakalian saja diperluas jadi wanita, bukan cuma ibu saja. “Ya sudah akhirnya diberi judul Karena Wanita.” Saat lagu itu masih setengah jadi, Softex menganggap lagu itu cocok dengan tagline mereka. Judul pun ditambahi jadi Karena Wanita (Ingin Dimengerti).

Itu cerita resminya. Cerita tak resmi menyebutkan kalau itu lagu pesanan. Hal yang dibantah personil Ada Band. “Kami menolak kalau lagu itu dibuat khusus untuk Softex,” sangkal Khrisna. Kendati menyangkal sebagai lagu pesanan, Khrisna mengaku kalau lagunya tak gratis. “Kerjasama itu tebtu tak gratisan,” katanya. Berapa jumlah yang diterima Ada Band? “Waduh, untuk urusan itu saya belum tahu,” jawab Khrisna. “Yang jelas, lebih enak kerja sama dengan produk wanita dibandingkan produk lain.” Entah apa maksud Khrisna. Yang pasti, oleh Softex, Ada Band juga diajak manggung di 10 kota. Kabarnya, buat manggung di setiap kota, Ada Band tak kurang dibayar 50 juta rupiah. Jadi, dikalikan 10, total jendral uang yang diperoleh Ada Band dri manggung berama Softex sebanyak setengah miliar. Belum lagi dari royalti menjual lagu buat iklan. “Selain keuntungan materil, kami juga merasa album kami dibantu Softex dengan konser 10 kota itu,” ujar Khrisna senang.

Sebelum Ada Band, band lain semisal Peterpan juga sudah menjalin kerjasama dengan PT Excelcomindo (XL), produsen penyedias jasa layanan seluler. XL mendapuk Peterpan jadi ikon kartu Bebas XL, salah satu produk varian XL. Peterpan diangkat XL jadi ikon lantaran fansnya kebanyakan remaja, target pasar yang ingin digaet XL. Buat Peterpan, jadi ikon XL bisa seakligus ajang promosi. “Kami akan memanfaatkan kerjasama ini untuk mempromosikan lagu-lagu Peterpan,” ujar Ariel, vokalis Peterpan pada Bintang suatu kali. Dikontrak perusahaan besar macam XL tentu mendatangkan keuntungan materi. Ariel membenarkan hal itu. Soal besarannya ia berahasia. “Jumlahnya tak jauh dengan pendapatan album terakhir kami,” kata suami Sarah Amalia itu berahasia. Album yang dimaksud Ariel berjudul Bintang di Surga. Album itu laku lebih dari 2 juta keping.

Kerjasama antara pemusik dengan produsen sebuah produk bukanlah hal tabu kini. Hampir semua musisi melakukannya. “Kalau cocok dengan produknya nggk apa-apa,” komentar Melly Goeslaw saat ditemui Bintang, Rabu (26/4) sore silam di kawasan Kemang, Jakarta Selatan bareng suaminya Anto Hoed. Melly berujar pernah melakukan itu lewat lagu Potret, grup band tempat ia bernaung, berjudul Usia 17 untuk iklan Shower to Shower. “Bunda juga pernah,” sebut Anto Hoed, juga personil Potret tanpa merinci untuk iklan apa.

Melly menekankan, saat lagu-lagu Potret itu dipakai iklan, albumnya yang jadi induk lagu itu sudah beredar lama sebelumnya. Ia berujar, agak keberatan kalau lagu di album terbaru langsung jadi iklan. “Kasihan lagu itu jadi imej produk. Sebab, musik bahas universal,” katanya. “Kan nggak enak lagi dengar musik enak-enak, tiba-tiba teringat suatu produk. Kalau lagunya sudah lama rilis nggak apa-apa.”

Buat Melly dan Anto lebih senang kalau pengiklan datang padanya minta dibuatkan album baru. “Mending bikin baru,” kata Melly yang diangguki Anto. Hal itu pernah mereka lakukan saat mebuat iklan layanan masyarakat buat Lifebuoy. “Itu lebih menarik,” kata Anto. “Dibuat khusus untuk iklan itu.” Saat sebuah lagu dipakai untuk iklan biasanya ada masa kontrak tergantung perjanjian. “Bisa 6 bulan atau ada yang 1 tahun,” kata Melly. Selepas itu, pengiklan tak berhak lagi memakai lagu mereka. Jika masih ingin, mesti memperpanjang kontrak. Melly juga segan bila lagunya dipakai iklan lantas mesti manggung di mana-mana buat berpromosi. “Maunya sih, dapat uang tapi nggak melakukan apa-apa,” ujar Melly cuek.

Setiap musisi boleh punya sikap masing-masing lagunya dipakai buat iklan. Itu hak setiap orang. Yang jelas, mereka tentu dapat keuntungan materil lantaran lagunya dipakai iklan. Hal ini bisa jadi jalan buat menambah pundi-pundi uang mereka. Mengingat penjualan via kaset atau CD masih diselubungi pembajakan. *** Dibantu laporan BinsarHutapea

Iklan Terselubung di Jagad Film Nasional

Setelah media cetak, layar kaca, dan Internet, giliran layar lebar jadi sasaran beriklan
Oleh Ade Irwansyah
Pada sepenggal adegan film D’Girlz Begins yang baru beredar pekan kemarin ada adegan begini: saat seorang tokohnya yang wanita berdiri, tokoh lain yang terbaring di lantai—dalam keadaan mabuk berat lantaran sebelumnya tripping di diskotek—berujar, “Eh, bocor, tuh,” kata wanita yang terbaring di lantai. Kamera lantas menyorot (maaf) pantat si wanita yang berdiri. Bercak merah terlihat. Seotrang wanita lain bereaksi, “Mau pakai yang mana, ini atau ini,” kata wanita itu sambil memegang pembalut merk Softex ukuran biasa dan besar.
Bolehlah menyebut adegan itu iklan terselubung. Tapi Anda tak berhak mencak-mencak, D’Girlz Begins sepenuhnya dibuat Softex lewat bendera Softex Heritage Movie. Sebagai yang punya duit, Softek merasa berhak menampilkan adegan yang menunjukkan produk mereka. “Menurut kami, kemuculan produk itu masih pada tahap wajar,” ujar Dyah Kartika, marketing communication manager PT Softex Indonesia.
Sementara itu, pada film lain, Alexandria (2005) ada tokoh Dhira yang diperani Kinaryosih. Dhira bekerja jadi account executive sebuah biro iklan. Di biro iklan tempatnya bekerja ada poster dari produk rokok A Mild Sampoerna, lengkap dengan slogan “Tanya Kenapa?”. Sebuah resensi di situs film nasional menyebut tak kurang ada logo A Mild muncul 9 kali. Sebuah olok-olik di situs yang sama menyebut Alexandria mestinya dapat Piala Citra untuk product placement terbanyak. Selain A Mild, di film itu berkelebatan sponsor mulai dari XL Bebas,
Dunkin Donuts, Nokia, hingga Motorola.
Product placement sebutan keren buat logo atau produk yang muncul di film layar lebar atau teve. Situs ensiklopedia Wikipedia mendefenisikannya sebagai taktik promosi oleh pemasar saat barang-barang komersil betulan (maksudnya memang ada di dunia nyata) ditemptkan di cerita fiksi, dan kehadiran produk itu terjadi lantaran ada kerjasama yang bernilai ekonomi. Saat sebuah produk dimunculkan tanpa ada nilai ekonominya, sebutannya bukan lagi product placement, tapi product plug. Product placement bisa muncul dalam pertunjukkan drama, film, serial teve, video musik, video games, gim, buku atau komik.
Semula jaringan teve ogah menampilkan logo sebuah produk. Dalam serial Melrose Place, misalnya, logo merk Nokia di handphone diubah jadi “Nokio”. Namun, sebenarnya, product palcement sudah muncul sejak awal 1980-an. Yang paling diketahui publik saat film E.T.: The Extra-Terrestrial muncul pada 1982. Film karya Steven Spielberg yang amat laris ditonton itu, menampilkan permen rasa selai kacang merk Reese’s Pieces. Konon, kemunculan Reese’s Pieces di film E.T. menaikkan penjualan sampai 65 persen. Contoh lain paling awal muncul di film Love Happy keluaran 1949. Di film itu adegan saat seorang pemerannya Harpo Marx, berloncatan di atap lari dari penjahat, di belakangnya ada logo perusahaan minyak Mobil versi lama dengan slogan, “Flying Red Horse.”
Sejak itu, film-film Hollywood tak pernah sepi dari product placement. Film James Bond, misalnya, dipenuhi iklan terselubung di mana-mana. James Bond, agen rahasia Inggris berkode 007 yang punya ijin membunuh dan doyan cewek itu pakai mobil merk BMW dan kini Aston Martin, serta jam tangan Omega. Product Palcement paling awal juga muncul di seri film Bond. Di film Bond berjudul The Man with the Golden Gun (1974) berkelebatan mobil-mobil merk AMC (American Motors Corporation), mobil keluaran AS, bahkan saat adegan berlangsung di Thailand, tempat yang tak menjual mobil AMC dan punya posisi setir beda dengan AS.
Product Placement di sinema Indonesia
Di jagad film nasional mutakhir product placement mulai sering muncul sejak Tusuk Jelangkung (2001). Itu sekuel film sukses Jelangkung (1999) yang ditonton 1,6 juta orang. “Di film itu ada Honda, Samsung, dan Berry Juice,” ingat Adiyanto Sumarjono, direktur utama nvestasi Film Indonesia, perusahaan konsorsium pendanaan film, pada Bintang Rabu (26/4) malam. Sejak itu, product placement bermunculan bagai cendawan di musim hujan. Paling banyak, ya lewat film Alexandria keluaran tahun lalu.
Menurut Adi, product placement bisa jadi alternatif beriklan yang jitu. “Sebuah film layar lebar diputar di bisokop. Audiensnya besar, palagi bila filmnya sukses,” kata Adi. Selepas di putar di layar lebar, film itu bakal punya kesempatan buat tayang di teve dan kemudian dirilis dalam bentuk VCD dan DVD. Artinya, iklan product placement akan dilihat terus setiap kali filmnya ditonton. Sementara, kata Adi, ongkos buat beriklan di teve sangat mahal. Padahal waktu kemunculannya sangat singkat. “Product placement memungkinkan exposure lebih lama dan permanen atas sebuah produk,” simpul Adi.
Namun demikian, menaruh product placement mesti cerdik. “Jangan sampai mengganggu kenikmatan orang menyimak cerita film,” kata Joko Anwar, sutradara film Janji Joni. “Begitu orang tersadar kalau ada product placement, hal tersebut sudah lsalah.” Di filmnya sendiri, Janji Joni, Joko tak berniat membuat product placement. Hanya saja, di film jlas kelihatan Joni berkali-kali Joni (diperani Nicholas Saputra) berlari kemana-mana dengan sepatu dan kaus merk Converse.
Kata Joko, Converse dipilih lantaran cocok dengan karakter Joni di filmnya. Setlah filmnya jadi, baru Joko dan produsernya, Nia Dinata dari Kalyana Shira, mendekati pihak Converse. Sementara itu, masih di Janji Joni, ada adegan yang memperlihatkan taksi bemerk Taxi Cab. “Itu bukan poduct pacement. Kami justru memyewa taksi itu. Atinya, mesti mengeluarkan uang,” jelas Joko. Istilah kerennya, hal itu disebut product plug.
Product placement muncul di film nasional lantaran pembuat film sini tak punya uang banyak. Kata Adi, kehadiran sponsor untuk product placement bisa menutup biaya produksi, dan juga promosi. “Bisa sampai menekan dana 50 persen,” kata Adi. Dari product placement, pembuat film bisa dapat dana segar untuk mengurangi ongkos produksi. Sementara itu, pembuat film juga bisa memangkas ongkos promosi yang sudah ditanggung sponsor.
Hal itu betul-betul dirasakan Joko saat membuat Janji Joni. Saat melakukan promosi, film itu diuntungkan kerjasama dengan Lux. Produsen sabun itu, yang bintangnya Mariana Renata jadi bintang film itu, mengurusi kegiatan promosi dari mulai membuat billboard hingga iklan di media cetak. “Bayangkan, berapa dana yang bisa dihemat untuk promosi kalau sudah ada yang mengurus,” kata Adi. Ia memberi pemisalan, biaya promosi sebuah film bisa hampir sama besarnya dengan biaya produksi.
Buat rumah produksi sebesar Multivision Plus Pictures, product placement ternyata juga masih diperlukan. Hal itu mereka lakukan buat film Jatuh Cinta Lagi. Di film itu ada 3 produk yang jadi sponsor utama: deterjen Bu Krim, Samsung, dan mobil Mercedes Benz. Selain ketiganya masih ada sponsor-sponsor kecil semisal sebuiah kafe di Kemang. Menurut Groza, humas Multivision, ketiganya membantu pendanaan dan ikut mempromosikan Jatuh Cinta Lagi. “Hampir 50 persen dari ongkos produksi,” sebut Groza. Konon, ongkos produksi Jatuh Cinta Lagi sekitar lebih dari 3 miliar.
Jika rumah produksi sebesar Multivisiion saja masih perlu sponsor buat product pkacement, rasanya film tanah air takkan sepi dari hal itu. “Saya tak menutup kemungkinan kalau film saya pakai product placement,” ujar Joko Anwar. Adi juga mengucapkan hal senada. Di IFI, tempatnya menyortir film-film buat didanai, selalu dicari kemungkinan buat product placement di sela film. “Hal itu bisa kelihatan dari skenario film. Kalau di skenario ada adegan di jalanan atau halte, bisa ditempatkan product placement,” jelas Adi. ***
Dimuat Bintang Indonesia edisi 784.

Selebriti di Pilkada

Menengok Selebriti Ikut Pilkada

Setelah ramai-ramai mengisi parlemen, sejumlah selebriti mengincar posisi gubernur atau bupati. Sejauh mana peluang mereka untuk menang?

Oleh Ade Irwansyah

Rumah sakit Siloam Gleneagles, Tangerang, Banten, Selasa (12/9) siang, pekan lalu. Sudah sejak menjelang siang, sejumlah wartawan infotainment dan cetak (termasuk Bintang) menunggu di lobi rumah sakit. Hari itu, ada satu hajatan khusus di sana: pasangan kandidat calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) Banten menjalani tes kesehatan. Itu rangkaian dari proses pemilihan kepala daerah (pilkada) di Banten yang puncaknya 26 November nanti. Sebenarnya, cagub dan cawagub menjalani tes kesehatan bukanlah hal maha penting. Namun, sejumlah infotainment yang berbasis di Jakarta merasa perlu ke Tangerang untuk meliputnya. Ada alasannya, tentu. Sebab, yang ikut pilkada di Banten bukanlah tokoh politik saja. Seorang selebriti juga ikut pilkada. Marissa Haque, 43 tahun, namanya. Nah, Selasa pekan lalu, Icha, sapaan ibu cantik yang mencalonkan jadi cawagub Banten ini, menjalani tes kesehatan bersama cagub pasangannya, Zulkiefliemansyah.

Icha, demikian Marissa Haque biasa disapa, sosok selebriti yang dikenal luas. Ia bintang film, sinetron, dan iklan. Icha sudah berakting sejak 1980 lewat film Kembang Semusim. Pada 1985, Icha meraih Piala Citra sebagai Pemeran Pembantu Wanita Terbaik berkat aktingnya di film Tinggal Landas Buat Kekasih (1985). Kemudian, tentu saja, kita takkan melupakan aktingnya sebagai Iyom dalam Matahari Matahari (1985)—film yang mengantarkannya jadi Aktris Terbaik di Festival Film Asia Pasifik 1987. Di tahun yang sama, Icha juga masuk nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik di FFI 1987 lewat Biarkan Bulan Itu. Kita juga lantas tahu Icha disunting rocker Ikang Fawzi, lawan mainnya di film itu. Keduanya menikah 12 April 1987. Dari pernikahan itu, Icha dan Ikang dikaruniai dua putri: Isabella Muliawati Fawzi dan Marsha Chikita Fawzi. Perkawinan Icha dan Ikang langgeng hingga sekarang.

Zulkiefliemansyah selesai menjalani tes kesehatan lebih dulu. Beberapa wartawan cetak dan teve lokal mewawancarainya. Awak infotainment bergeming. Mereka tetap duduk. Bukan Zul yang mereka tunggu. Selewat satu jam, Icha baru turun dari lantai 5—tempat tes kesehatan berlangsung—menuju lobi. Saat itulah awak infotainment mulai beraksi.

Langkah Icha jadi cawagub Banten ada kisahnya. Semula, Icha yang anggota Komisi IX DPR RI, ikut bursa calon gubernur Banten lewat partainya, PDI-Perjuangan. Namun, partai tempat Icha berkiprah malah lebih memilih pejabat gubernur Banten saat ini, Ratu Atut Chosiyah untuk maju jadi cagub. Icha tak patah arang. Ia memenuhi pinangan koalisi PKS dan Partai Syarekat Islam (PSI) untuk bersanding dengan Zul. Icha ditempatkan jadi cawagub.

Popularitas Icha sebagai selebriti dipercaya bakal menuai banyak suara. Hal ini dibenarkan Ketua DPW PKS Banten, Irfan Maulidi yang ikut mendampingi Zul-Icha menjalani tes kesehatan. “Saya merasakan betul hal itu (maksudnya, popularitas Icha) di lapangan,” bilang Irfan. “Ketika kami memobilisasi massa yang datang bisa ribuan orang. Dan tidak cuma ibu-ibu (yang ingin lihat Icha), anak-anak usia ABG juga.” Nah, potensi itu yang sekiranya membuat PKS dan PSI lebih memilih Icha. Asal tahu saja, Icha menyingkirkan 3 kandidat cawagub lainnya, yakni Imam Aryadi, Maman Rizal (keduanya anggota DPRD Banten), dan pelawak Deddy “Miing” Gumelar. Buat PKS, tak masalah Icha datang dari partai berbeda. “Kebenaran itu bisa datang dari mana saja,” ujar Irfan berfilosofi.

Icha juga sadar kalau statusnya sebagai selebriti bisa jadi kekuatan. “Iya dong, tetap saja saya artis. Saya yang diwawancara (infotainment),” katanya. Ia berujar kongsinya dengan Zul dari PKS sebuah kombinasi yang bagus. “PKS punya jaringan solid. Nah, saya ahli gerombol. Jadi komplet, saling melengkapi. Kami bisa menggerombol (massa) karena Ikang Fawzi penyanyi rock, saya bintang film, bintang iklan. Kami mampu jadi magnet untuk membantu orang menggerombol di dalam jaringan PKS,” jelasnya.

Kiprah selebriti Indonesia di politik
Kemunculan Icha di pilkada Banten jadi penanda kiprah selebriti di tanah air. Dunia politik sudah lekat dengan selebriti sejak dulu. Pada era Orde Baru berkuasa, artis dipercaya jadi anggota MPR lewat organisasi yang diakui pemerintah. PARFI, organisasi buat insan film, misalnya, diberi jatah kursi di MPR. Selain itu, beberapa artis juga terjun ke politik praktis, bergabung dengan partai. Sophan Sopian dan Eros Djarot, contohnya. Pasca Pemilu 2004, makin banyak arti yan terjun ke politik. Mereka ramai-ramai mencalonkan diri jadi anggota DPR. Namun, dari sekian artis yang jadi caleg, cuma segelintir yang lolos ke Senayan. Mereka yakni, Dede Yusuf, Marissa Haque, Deddy Sutomo, Sys NS, Angelina Sondakh, Komar, dan Adjie Massaid.

Sejak tahun lalu muncul perkembangan baru. Para selebriti itu rupanya tak puas cuma berkiprah jadi legislatif. Mereka mulai mengincar posisi jadi eksekutif. Bukan jadi presiden, tentu (omong-omong Anwar Fuady pernah mencalonkan diri jadi presiden, tapi kandas di tengah jalan dan dianggap angin lalu). Jalan ke sana masih jauh. Para selebriti itu berani unjuk diri ikut pilkada. Komar, pelawak yang juga anggota DPR dari Partai Demokrat, memulainya lewat pilkada Kabupaten Indramayu, September tahun lalu. “Saya akan menjadikan Indramayu kota seni dan religius,” ujarnya pada Bintang beberapa bulan sebelum pilkada. Sayang, Komar kalah suara dari Irianto MS Syaifuddin. Ia gagal jadi bupati.

Meski selebriti pertama yang ikut pilkada telah kalah, bukan berarti nyali selebriti lain langsung ciut. Rano Karno, yang beken lewat peran Si Doel, sempat disebut-sebut bakal jadi kandidat calon gubernur DKI Jakarta. Namun, tak ada partai politik yang meminangnya jadi kandidat. Hingga nama Rano tenggelam dari bursa. “Kalau sekadar ngobrol-ngobrol santai memang pernah. Saya punya banyak teman di parpol, bukan hanya di PKS, tapi juga di PAN dan partai lain,” bilangnya suatu ketika. PKS partai yang dikabarkan dekat dengan Rano, meminang nama lain. Aturan main pilkada di negeri ini memang tak memungkin calon independen kecuali di Nanggroe Aceh Darussalam. Seorang cagub dan cawagub mesti diajukan parpol atau koalisi parpol. Nah, ini dia yang memuluskan selebriti jadi kandidat di pilkada. Marissa Haque, misalnya. Setelah gagal di PDI-P, diusung koalisi PKS dan PSI.

Lantas, muncul nama selebriti lain di pilkada daerah berbeda. Dede Yusuf, anggota DPR dari PAN, disebut-sebut masuk bursa pencalonan pilkada Jawa Barat. Sementara itu, Adjie Massaid, anggota DPR dari Partai Demokrat, diberitakan akan berlaga di pilkada Jawa Timur.

Para selebriti asing sukses jadi walikota, gubernur, dan presiden
Di mata pengamat politik Denny JA, selebriti ikut pilkada sebuah langkah positif yang harus disambut baik. “Ini berita bagus buat selebriti,” sambutnya. “Seorang selebriti juga bisa jadi gubernur atau bupati, bahkan bisa saja jadi presiden.” Ya, di negera demokratis setiap orang bisa jadi apa saja, termasuk selebriti. Negera demokratis lain macam Amerika Serikat atau Filipina sudah mendahului Indonesia menggolkan selebriti ke puncak jabatan publik, entah walikota, gubernur, bahkan presiden.

Rakyat AS memulainya dengan memilih mendiang Ronald Reagan jadi gubernur California, negara bagian paling besar dan terkaya di sana. Reagan jadi gubernur tahun 1966 dan terpilih kembali untuk masa jabatan berikutnya pada 1970. Sebelum jadi gubernur, Reagan dikenal sebagai bintang film lewat film-film koboi yang dibintanginya. Saat pemilihan Reagan menang telak dengan margin suara hampir 1 juta dari 6,5 juta pemilih. Usai jadi gubernur, Reagan sudah mengincar posisi orang nomor satu di AS. Tapi, ia mesti memendam angan-angan itu lantaran kalah suara dari kandidat Partai Republik lain. Dan pada 1980, Reagan kembali mencalonkan diri jadi kandidat calon presiden. Kali ini tak cuma Partai Republik yang mengamini langkahnya, sebagian besar rakyat AS juga ingin koboi jagoan di film ini jadi presiden. Syahdan, Reagan memangku jabatan presiden AS selama dua periode. Pada masa pemerintahannya, ekonomi AS makmur hingga muncul istilah “Reaganomics”. Sementara itu, dari segi geo-politik, Reagan juga membawa AS memenangi Perang Dingin dengan Uni Soviet. Pria yang meninggal di usia 93 tahun pada 2005 lalu ini dikenang sebagai salah satu presiden terbaik yang pernah dipunyai negerinya.

Mengikuti jejak Reagan, jagoan koboi di film lainnya, Clint Eastwood (tenar lewat film koboi spaghetti) terjun ke politik. Tidak jadi gubernur atau presiden, memang. Eastwood ditasbihkan jadi walikota Carmel, sebuah kota kecil di California. Eastwood terpilih sebagai walikota berpenduduk 4.700 jiwa ini pada 1986. Eastwood menang telak dengan pemilih sampai 72 persen. Rupanya, penduduk kota wisata dekat pantai itu senang bukan main seorang bintang film jadi walikota mereka. Maka, saat menjabat walikota buat satu periode (2 tahun), Eastwood dipusingkan dengan persoalan semisal perlukah larangan makan buah kenari atau es krim di pantai Carmel.

Tetangga kita, Filipina juga tak mau kalah dari AS. Suatu kali, pada 1998, mayoritas rakyat Filipina memilih Joseph Estrada, mantan bintang film sana. Saat jadi bintang film, ia punya nama beken Erap. Nama itu dipakainya lagi saat kampanye. Estrada berjanji bakal mengentaskan kemiskinan di Filipina. Saat kampanye ia mengusung semboyan “Erap para sa Mahirap—Erap untuk kaum miskin” yang membuatnya menang. Sayang, Estrada bukan tipe pemimpin yang baik. Ia terlibat KKN., hingga mesti lengser pada 2001.

Saat ini, seorang selebriti juga tengah memerintah sebuah daerah. Bintang aksi Arnold Schwarzenegger, pemeran trilogi The Terminator, dipercaya memimpin California. Banyak yang mencibir kala Arnie, sapaan sayangnya, mencalonkan diri jadi kandidat. Termasuk dari rekan sejawatnya, sesama artis. Cybill Sheperd salah satunya. “Ini (pencalonan Arnie) tragedi terburuk dalam sejarah California,” sebutnya ketus. Toh, mayoritas penduduk California berkata lain. Mereka sudah pernah dipimpin seorang bintang film sebelumnya, rasanya tak ada salahnya bila bintang film sekali lagi memimpin California. Pada 2003 Arnie didaulat jadi gubernur.

Peluang untuk menang pilkada
Rupanya, demam selebriti jadi gubernur atau walikota berjangkit juga di sini. Menurut Denny JA, selebriti punya keuntungan lebih bila ikut pilkada. Aturan pilkada di saat ini, katanya, memungkinkan kandidat dipilih secara langsung—bukan oleh parlemen. Sementara itu, tambahnya lagi, 60 persen pemilih di Indonesia itu berpendidikan Sekolah Dasar. “Umumnya, pemilih pada tingkat menengah ke bawah ini memilih karena alasan 'suka' dan 'mengenal' saja,” jelasnya. Nah, para selebriti sudah punya modal itu. “Politisi yang bukan artis mesti dikenal masyarakat dulu.”

Namun, dikenal pemilih saja tak cukup buat jadi kandidat juara. “Tinggal bagaimana mengemas (calon dari selebriti itu),” kata pria yang juga jadi konsultan pilkada di banyak daerah ini. “Seseorang itu dipilih bukan cuma karena disukai atau dikenal, tapi juga apa dinilai pantas memimpin,” jelasnya lagi. Dari situ, kata Denny, selebriti mesti ditangani dengan baik oleh pengelola kampanye yang baik. “Selebriti itu dapat dengan mudah. Tinggal dipoles sedikit saja, bisa menang,” katanya yakin.

Masalahnya, untuk ikut pilkada tak murah. Kendati berstatus selebriti bukan berarti mereka punya uang cukup banyak buat ikut pilkada. Denny mengitung, untuk jadi bupati atau walikota dibutuhkan uang sekitar 7-10 miliar rupiah. Untuk jadi gubernur nilainya membengkak di kisaran 30-50 miliar rupiah. Sedangkan untuk berkampanye jadi presiden dibutuhkan dana sekitar 300-400 miliar. “Itu untuk biaya resmi maupun tak resmi,” katanya. Nah, yang punya dana sebanyak itu biasanya pengusaha atau birokrat yang tengah menjabat dan dekat dengan banyak pengusaha.

Marissa Haque atau biasa disapa Icha, mengaku dana kampanye ditanggung dirinya dan partai pengusungnya, PKS dan PSI. Menurut Irfan, Ketua Umum DPW PKS Banten, memobilisasi massa bagi pasangan Zul-Icha terbilang murah, lantaran militansi warga PKS. Icha sendiri berujar masih punya pendukung dari kubu PDI-P yang setia padanya. Dengan hitung-hitungan itu, pasangan Zul-Icha menargetkan meraih 60 persen suara pemilih di Banten yang totalnya sekitar 6 juta orang.

Icha sudah bersiap jadi cawagub Banten. Sementara itu, Dede Yusuf juga tak berdiam diri kendati pilkada di Jawa Barat akan berlangsung 2008 nanti. “Sekarang saya sering sosialisasi ke sana,” ujarnya saat diwawancara via telepon, Kamis (14/9) lalu. Ia bilang pencalonannya sudah direstui DPW PAN Jabar maupun DPP PAN. Adjie Massaid juga setali tiga uang. Adjie disebut-sebut bakal dipasangkan jadi cawagub dengan Sefullah Yusuf yang kini menjabat Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, pada pilkada di Jawa Timur tahun 2008 nanti. Ia menampik dianggap aji mumpung membonceng popularitas sebagai selebritis untuk jadi cawagub. “Saya buksn aji mumpung, tapi Adji Massaid,” bilangnya suatu kali. Well, entah aji mumpung atau tidak, sah-sah saja selebriti ikut pilkada. Kita lihat saja apa selebriti bisa menang pilkada atau tidak. ***
Dimuat BINTANG INDONESIA edisi 804.